Djawanews.com – Tabon (bahasa Sansekerta) bermakna rumah atau kebun warisan leluhur, sebagai tempat muasal, berpulang dan berkumpul. Tabon, dengan demikian, merupakan titik mula suatu masyarakat tercipta melalui perkembangan pohon kekerabatan yang terus meluas, baik lewat perkawinan mapun keturunan, hingga terbentuk sebuah kelompok sosial, masyarakat, bahkan bangsa.
Dalam proses perkembangan tersebut, sebuah masyarakat atau bangsa membentuk pandangan hidup (kosmologi) yang tertanam dalam diri setiap individu (mikro-kosmos) serta terpancar pada realitas sosial dan lingkungan alamnya (makro-kosmos). Dalam kosmologi tersebut, perkembangan masyarakat senantiasa memperhitungkan faktor keseimbangan antara alam, budaya dan entitas spiritual, serta antara pertumbuhan populasi, kecukupan sumberdaya serta model tatanan sosial masyarakatnya.
Di dalam bidang seni rupa kontemporer, tabon merupakan suatu gagasan yang disodorkan untuk menjelajahi posisi dan makna seni di dalam kosmologi suatu masyarakat, sebagai wahana untuk merancang, merenungkan, dan mempersembahkan berbagai perkembangan di kemudian hari, baik terkait rekayasa konseptual, material dan presentasi sosialnya. Dengan tabon kita dapat melihat lintasan perkembangan seni sebagai bagian dari perkembangan masyarakat serta berbagai pandangan hidup yang menyertainya.
Dewasa ini, kita tengah hidup dalam sebuah masa di mana mobilitas manusia, benda dan gagasan terjadi dalam percepatan (velocity) yang luar biasa, sehingga terjadi persinggungan antar pandangan hidup yang berbeda-beda. Di satu sisi kadang terjadi peleburan (fusion) antar pandangan hidup, di sisi lain terkadang terjadi gesekan (friction), dan dalam kesempatan lain berbagai pandangan hidup secara otonom dan koeksisten.
Fenomena di atas telah mendorong lahirnya seni kontemporer, yaitu seni yang membangun kerangka estetikanya dengan menggunakan berbagai sumber (tradisi, spiritualitas, sains, teknologi) dalam merespon berbagai problem yang sedang dihadapi (lingkungan, ekonomi, mental, spiritual dan sosial). Konsekuensinya, seni telah menjadi ruang yang plural, longgar, dan dinamis, di mana kosmologi yang berbeda-beda saling berdialog satu sama lain, dalam lingkup lokal, regional dan global.
Di dalam situasi demikian, gagasan tabon menjadi penting untuk dihadirkan, sebagai wahana untuk meniti kembali lintasan perkembangannya, dari realitas mutakhirnya yang luar biasa menuju prinsip-prinsip dasar kelahirannya yang sederhana. Dalam proses tersebut, seni kontemporer akan merenungkan kembali jati dirinya, hubungannya dengan berbagai tradisi dan disiplin ilmu, serta maknanya di tengah berbagai pandangan dunia yang membentuknya.
Sebagai bagian dari rangkaian acara seni rupa ini, akan dihelat pula Pasar Jembar. Sebuah lingkungan pasar berupa tiga rumah limasan khas jogja yang dihadirkan sebagai tempat temu lintas batas ekonomi, sosial, dan budaya yang mencakup berbagai lintas iman, etnis, budaya, dan bangsa. Pasar ini akan menampilkan usaha-usaha dari warga dan komunitas dalam bentuk barang, jasa, workshop, dan hiburan seni, dalam rangka menghadirkan pengalaman unik yang penuh kejutan dengan suasana ramah, kegembiraan, dan tawa.
Pameran dan semestanya ini diselenggarakan oleh Jogja Art Planet (JAP), sebuah wahana persemaian dan pengembangan berbagai ide, praktik dan materialitas dalam seni-budaya. Kami berkomitmen untuk menyelenggarakan penelitian, pameran, pelatihan, serta advokasi seni budaya, dengan fokus pada inovasi, promosi, manajemen pengetahuan, dan pembuatan kebijakan terkait bidang seni budaya. JAP aktif menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik dari sektor publik maupun privat, individu maupun lembaga, baik dalam maupun luar negeri, untuk menciptakan ekosistem seni budaya yang produktif dan tatanan sosial-budaya yang holistik serta humanis.
Pameran Tabon akan digelar di Jogja National Museum, Jl. Prof. DR. Ki Amri Yahya No.1. Pakuncen, Wirobrajan, Kota Yogyakarta. Pemeran ini menghadirkan karya-karya dari Alit Ambara, Faisal Kamandobat, dan Samuel Indratma.