Djawanews.com – Konflik kudeta militer yang terjadi di Myanmar telah membawa negara tersebut ke keadaan yang sangat memperihatinkan terkait penularan COVID-19 yang terus meningkat.
Banyak orang sekarat di rumah karena takut berurusan dengan militer jika mereka ke rumah sakit, sejumlah keluarga terlihat mengantri di pabrik oksigen, serta para petugas pemakaman dan sukarelawan tak henti-hentinya menguburkan jenazah.
Dilansir Djawanews dari Kompas.com, pada Rabu (21/7) Kementerian Kesehatan yang dikendalikan junta militer melaporkan 6.093 kasus baru COVID-19, sehingga total yang dikonfirmasi menjadi 246.663.
Namun menurut sejumlah dokter dan sukarelawan jumlah yang tersebut hanya merupakan puncak gunung es dari keadaan sebenarnya.
"Kami melihat kondisi pasien memburuk dan orang-orang meninggal setiap hari," ujar seorang dokter yang tidak ingin disebutkan Namanya kerena takut berurusan dengan junta militer.
Senada dengan itu Kepala Delegasi Myanmar dari Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Joy Singhal menyebut sepertiga dari orang yang dites positif.
"Peningkatan kasus ini telah menempatkan seluruh sistem kesehatan di bawah tekanan besar," kata Singhal.
"Kami sangat membutuhkan tingkat pengujian, pelacakan kontak, dan vaksinasi yang lebih besar di semua wilayah negara," ungkapnya.
Keadaan tersebut tidak terlepas dari junta militer yang berkuasa. Saat ini di Myanmar bisa dikatakan tidak ada sistem medis nasional yang menangani COVID-19 yang berfungsi. Petugas dan sukarelawan secara sembunyi-sembunyi dari junta militer terus-menerus memberikan bantuannya kepada para pasien COVID-19.
Keadaan tersebut semakin diperparah dengan masyarakat yang tidak lagi percaya dengan segala hal yang terkait dengan junta militer.