Djawanews.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron menilai praktik korupsi di Indonesia kini sudah menyerupai epidemi. Dia melihat praktik korupsi di Indonesia sudah menjadi fenomena yang sistematis, masif, dan bahkan terstruktur.
"Korupsi saat ini fenomenanya, fenomena yang sudah sistematis, fenomena yang sudah masif bahkan terstruktur," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa, 5 November.
"Jadi kalau anda berpengalaman kemarin melewati COVID-19, penyakit korupsi itu saat ini bukan penyakit jantung, bukan penyakit mata, bukan penyakit paru. Tapi ini sudah epidemi," sambungnya.
Ghufron bilang pernyataannya ini bukan tanpa sebab. Karena sekarang sudah tidak ada lagi wilayah yang bersih dari korupsi.
Begitu juga dengan kementerian maupun lembaga. "Hampir semuanya terjangkiti. Kalau begini kondisinya maka pemberantasannya kalau penyakit, kalau jantung anda ke klinik, ke spesialis jantung, kalau penyakit sesak napas ke spesialis paru, kalau gatal ke spesialis kulit," tegasnya.
"Tapi kalau kemudian penyakitnya semua hampir sama, menjangkiti semua, artinya apa? Tidak bisa lagi dokter satu persatu tapi kemudian harus dengan cara, harus dengan pendekatan sistem," ungkap Ghufron.
Pendekatan sistem ini disebutnya lebih tepat untuk dilakukan dibandingkan pendekatan kasuistik. Harapannya agar tidak kemudian lahir industri hukum.
"Kami sesungguhnya saat ini menganggap pendekatan-pendekatan kasuistis itu alhasil hanya melahirkan industri hukum. Ketika kami kejar, ditangkap, ditersangkakan, melahirkan apa? Melahirkan tersangka kemudian didampingi oleh lawyer atau advokatnya. Untuk apa, hanya untuk proses bisnis hukum di pengadilan, melahirkan klien, melahirkan relasi antara tersangka dengan advokatnya sampai kemudian menang kalah kemudian terpidana," pungkas Ghufron.