Hingga kini, laporan mengenai adanya penindasan terhadap minirotas Muslim Uighur di China terus terjadi. Penindasan yang dilakukan Pemerintah China terhadap para pemeluk Muslim Uighur dinilai mencoreng kemanusiaan. Berbagai respon ditunjukkan oleh banyak pihak, tidak terkecuali oleh salah satu organisasi islam terbesar di Indonesia yakni Muhammadiyah.
Saat melakukan jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (16/12), Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah Muhyiddin Junaidi menjelaskan perilaku buruk yang diterima umat musli Uighur.
Adanya Pembatasan Kebebasan Beragama bagi Umat Muslim Uighur
Saat menjadi ketua rombongan ormas Islam Indonesia, Muhyiddin diundang oleh Kedutaan Besar China untuk Indonesia ke Daerah Otonomi Uighur Xinjiang pada 17-24 Februari 2019. Saat melakukan kunjungan tersebut ia baru mengetahui adanya pembatasan kebebasan beragama bagi para warganya.
“Konstitusinya mengatakan bahwa agama diterapkan di ruang-ruang tertutup tidak boleh di ruang terbuka. Kalau Anda menggunakan jilbab, keluar jalan, Anda dianggap radikal. Kalau Anda radikal, maka Anda berhak dikirim ke kamp-kamp re-education centre,” ungkap Muhyiddin.
Pemerintah China juga disebut menyematkan predikat radikan dengan sangat mudah. Seperti misalnya, seorang ibu yang mengajarkan agama islam kepada anaknya di rumah, otomatis sang ibu akan langsung mendapat cap sebagai radikal.
Seseorang yang telah dianggap radikal lalu dikirm ke sebuah kamp di Xinjiang. Di tempat itu mereka diperlakukan dengan sangat buruk. Kebebasan beragama juga dibatasi di kamp tersebut.
“Selama re-education tidak boleh salat, tidak boleh baca Al-quran, tidak boleh puasa, makan apa adanya yang disajikan oleh pemerintah. Dan itu under heavy surveillance, itu CCTV every corner,” jelasnya lagi.
Selain Muhammadiyah, pesepak bola yang memperkuat Arsenal, Mesut Oezil, juga ikut membela muslim Uighur di Zinjiang yang ditindas di negara yang memiliki bendungan terbesar di dunia itu. Melalui akun Twitter pribadinya, Ozil menuding Pemerintah China membakar Alquran, menutup masjid, bahkan membunuh para cendekia muslim. Komentar ini ia tulis pada Jumat pekan lalu dengan menggunakan bahasa Turki.
Wahai Turkistan Timur…
Luka berdarah umat…
Komunitas Mujahid dan Mujahidin yang menentang penganiayaan…
Orang-orang beriman yang berperang melawan mereka yang memaksa meninggalkan Islam…
Alquran sedang dibakar…
Madrasah dilarang …
Sarjana agama dibunuh satu per satu …
Saudara-saudara dipaksa masuk ke kamp. Sebagai gantinya, pria China ditempatkan di keluarga mereka …
Perempuan dipaksa menikah dengan pria Zink …
Terlepas dari semua ini…
Umat Muhammad tidak bisa berkata-kata …
Suaranya tidak terdengar …
Muslim tidak dapat mengklaim…
Tidak tahu bahwa kekejaman Riza adalah kekejaman …
Hazrat Ali berkata:
“Jika anda tidak bisa menghentikan penganiayaan, beritahu dia!”
Bahkan di media dan negara Barat, ini telah menjadi agenda selama berbulan-bulan dan berminggu-minggu.
Tidakkah mereka tahu bahwa diamnya saudara-saudari Muslim agar tidak disiksa oleh para penindas yang akan diingat oleh saudara-saudari kita di masa-masa pahit ini.
Ya Rabi, bantu saudara dan saudari kami di Turkistan Timur
Tentu saja, Allah adalah sang Maha Baik
#TheGoodestFridayEastTurkey
Mesut Ozil
Pendapat Ozil terkait Muslim Uighur langsung mendapat respon dari masyarakat dan Pemerintah China. Masyarakat China sendiri mengecam pernyataan Ozil.
Seperti yang dilansir dari Guardian pada Senin (16/12), seorang suporter dari China mengunggah video di situs media sosial China, Weibo. Dalam unggahan tersebut menampilkan pembakaran jersey Arsenal bertuliskan nama Oezil yang sedang dibakar.
Pemerintah China secara resmi juga mengatakan bahwa Ozil telah tertipu dengan berita palsu. Karena apa yang selama ini menjadi penilaiannya dianggap telat terpengaruhi pemberitaan yang tidak benar.
“Saya tidak tahu apakah Tuan Ozil sendiri sudah pergi ke Xinjiang. Tetapi tampaknya ia telah ditipu oleh berita palsu, dan bahwa penilaiannya dipengaruhi oleh pernyataan yang tidak benar,” ungkap Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang yang dikutip melalui AFP.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia juga ikut prihatin atas adanya penindasan terhadap minoritas Muslim Uighur di China. Meski demikian, Indonesia tetap menghargai mekanisme internal mereka dalam menyelesaikan permasalahan ini.