Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berpendapat tanpa kaum nasionalis, kondisi negara Indonesia bisa ambruk.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjadi salah satu narasumber dalam Dialog Peradaban Bangsa Nasionalis, Islam, dan TNI. Dalam acara tersebut Moeldoko memberikan komentarnya terkait kaum nasionalis dan kondisi negara Indonesia. Acara tersebut diadakan oleh Perhimpunan Alumni GMNI pada tanggal 22 Juli 2019 di Jakarta.
Tanpa kaum nasionalis, kondisi negara Indonesia bisa ambruk
Pendapat tersebut ditegaskan oleh Jendral Moeldoko. Kaum nasionalis dianggap memiliki peran dalam menjaga keutuhan negara Indonesia. Mantan Panglima TNI itu juga menjelaskan bagaimana peran serta fungsi TNI sejak negara Republik Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Saat itu kekuatan-kekuatan bersenjata di Indonesia tergabung dalam laskar-laskar yang menyebar, kemudian diorganisasikan dan dikelola secara profesional.
“Kehadiran tentara melalui proses yang panjang. Tanggal 22 Agustus 1945, lahirlah Badan Keamanan Rakyat. Barulah pada tanggal 5 Oktober 1945 berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat. Pada saat itu sudah menyebut istilah tentara,” ungkap Moeldoko seperti yang dikutip dari ksp.go.id.
Perubahan dan sejarah panjang tentara, kata Moeldoko, sudah dimulai sejak Indonesia merdeka sampai era reformasi. Tidak terhenti sampai situ, TNI juga terus beradaptasi dengan perkembangan politik dan keamanan. Termasuk dalam geopolitik di zamannya masing-masing.
Dalam dialog tersebut, Moeldoko juga mengatakan bahwa dalam menopang pendirian Republik Indonesia, selain tentara ada juga dari kalangan nasionalis dan kalangan agamawan, terutama kelompok Islam. Kepala KSP itu menyebut ketiga elemen tersebut sebagai Tiga Serangkai. Ketiga elemen itu menjadi ujung tombak sekaligus pendobrak bagi lahirnya bangsa dan negara Indonesia.
Moeldoko juga mengatakan bahwa tanpa kaum nasionalis, negara bisa bertahan dan tetap di tengah. “Ini negara kalau nggak ada kaum nasionalis, bisa ambruk. Akan belok ke kanan dan ke kiri. Posisi nasionalis inilah yang membuat bangsa ini tetap bertahan di tengah-tengah.”
Kolaborasi yang dilakukan antara tentara, kaum agamawan, dan kelompok nasionalis, dianggap Moeldoko akan akan membuat bangsa Indonesia tetap bertahan. Dan sampai sekarang ketiganya masih eksis.
Moeldoko juga menjelaskan bahwa banyak negara gagal di tengah jalan. Kegagalan tersebut terjadi ketika sebuah bangsa bergerak dari sistem totaliter ke demokratis. Sebuah negara yang ingin menegakkan asas demokrasi justru cenderung mengabaikan stabilitas.
Di sisi lain, negara yang masih mengandalkan militer juga berbahaya ketika ingin bergeser menjadi negara demokratis. Di sini Indonesia dianggap menjadi contoh yang baik, saat melakukan pergeseran dari sistem totaliter menuju sistem demokratis.
“Ketika saya menjadi Panglima TNI, saya menyadari betul, bagaimana harus menjaga antara stabilitas dan tuntutan demokrasi,” ungkap Moeldoko.
Selain Moedoko yang menjelaskan kondisi nagara Indonesia, dialog tersebut juga mendatangkan beberapa tokoh sebagai narasumber. Beberapa narasumber tersebut yaitu Ketua Umum Perhimpunan Alumni GMNI Ahmad Basarah, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PB Nahdlatul Ulama Helmy Faishal Zaini dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti.