Djawanews.com – Anggota DPR terpilih dari daerah pemilihan (Dapil) Banten I, Tia Rahmania membantah tuduhan yang menyebut dirinya melakukan penggelembungan suara pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Tuduhan tersebut membuatnya dipecat PDIP hingga batal dilantik sebagai anggota dewan periode 2024-2029.
"Ada orang yang mengadukan Ibu Tia karena tuduhan penggelembungan suara. Fitnah itu!," ujar pengacara Tia, Purbo Asmoro, saat dihubungi wartawan, Kamis, 26 September.
Purbo menegaskan, pihaknya ingin membersihkan nama baik Tia atas tuduhan penggelembungan suara dengan mengambil suara calon anggota legislatif 2024 lainnya.
Menurut Purbo, pergeseran suara yang diambil dari Hasbi Jayabaya pada Pileg 2024, tidak sesuai fakta. Dia menekankan, tuduhan tersebut sudah dijelaskan oleh Bawaslu bahwa yang terjadi adalah kesalahan administratif yang dilakukan KPU saat rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.
"Itu mau kita clear-kan, kejahatan itu terhadap kehormatan seseorang," tegasnya.
"Faktanya bukan Ibu Tia yang melakukan itu. kan udah ada keputusan Bawaslu daerah bahwa ada pelanggaran administratif yang dilakukan penyelenggara, bukan Bu Tia," sambung Purbo.
Purbo menegaskan, tidak ada di berita acara dari KPU yang menyatakan Tia mengambil suara Hasbi. Yang ada, kata dia, hanya ada kesalahan pencatatan yang dilakukan penyelenggara KPU.
"Sudah dipulihkan, tapi tetap mengajukan ke mahkamah partai, dan sama mahkamah partai diakomodir, tanpa melihat bukti dari Ibu Tia," kata Purbo.
Karena merasa difitnah atas tuduhan penggelembungan suara yang mengambil perolehan suara caleg lain, Purbo mengatakan, kliennya akan melaporkan kader PDIP bersangkutan ke Bareskrim Mabes Polri.
"Laporannya sedang kita siapkan dulu. Kita juga akan konsultasi dulu ke Bareskrim apakah ada peristiwa pidananya, kalau gugatan sudah," pungkas Purbo.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menjelaskan soal pergantian anggota DPR dari Dapil I Banten, Tia Rahmania dengan Bonnie Triyana serta anggota DPR RI dari dapil Jawa Tengah V, Rahmad Handoyo yang digantikan oleh Didik Haryadi. Djarot mengatakan, pergantian keduanya lantaran masalah perselisihan hasil suara antara kader internal PDIP.
Djarot menjelaskan, gugatan atas persoalan tersebut tidak diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) melainkan ke Mahkamah Partai. Keduanya, kata Djarot, telah dipanggil dan diperiksa namun tidak bisa memberikan bukti terkait selisih suara dimaksud. Sehingga partai memutuskan untuk memecat Tia dan Rahmad.
"Siapa pun, ada banyak lah, ada 100 lebih ya, yang masuk ke partai tentang perselisihan hasil suara itu. Itu semua diselesaikan oleh Mahkamah Partai. Panggil semuanya dengan membawa bukti-bukti. Buktinya itu form C1 toh. Nah, itu diperiksa semuanya. Itu ada pengalihan suara. Ya kan? Penambahan suara, di internal partai dan ini diputus, dilihat, misalnya, mengalihkan suara si A atau si B, itu terbukti dengan formulir C1 itu, maka itu harus dikeluarkan, ya kan? Kemudian dijumlah, dilihat, dan itu detail. Semuanya terekam," ujar Djarot kepada wartawan, Kamis, 26 September.
"Nah, kemudian dari situ Panitera melaporkan ke Mahkamah Partai. Saya anggota Mahkamah Partai. Ketua Mahkamah Partainya itu Pak Laoly. Wakilnya Pak Komarudin. Jadi hasilnya itu disampaikan. Bukti-bukti disampaikan, baru Mahkamah Partai mengambil keputusan bahwa gugatan itu diterima atau tidak. Kalau gugatan itu diterima, berarti dia itu kalah dong. Si siapa? Tia ya? Termasuk juga Rahmad, sama," sambungnya.
Hasil keputusan Mahkamah Partai, kata Djarot, kemudian dilaporkan dalam rapat DPP Partai. Karena itu, menurutnya, proses sudah berlangsung lama lama dan bukan tiba-tiba.
"Nah, oleh sebab itu yang bersengketa misalkan si Tia ini, itu bisa dipanggil oleh bidang kehormatan. Mahkamah Kehormatan Partai, mengundurkan diri atau tidak gitu lho, dengan bukti-bukti ini. Kalau enggak, ya terpaksa dipecat dong," kata Djarot.