Djawanews.com – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan sikap Indonesia yang mengutuk keras serangan Israel ke Lebanon. Ia mengatakan kekerasan dan agresi tidak boleh menjadi new normal.
Hal itu disampaikan Menlu Retno di sela-sela mengikuti agenda sidang tahunan Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat.
"Indonesia mengutuk keras serangan Israel ke Lebanon yang akibatkan korban ratusan nyawa warga sipil, termasuk 50 orang anak-anak," kata Menlu Retno dalam keterangan Kementerian Luar Negeri RI, seperti dikutip 25 September.
Lebih lanjut Menlu Retno mengatakan, serangan tersebut meningkatkan eskalasi situasi di Timur Tengah yang masih menghadapi krisis kemanusiaan dari agresi Israel di Jalur Gaza, Palestina.
"Kekerasan dan agresi ini tidak boleh menjadi a new normal," tegas Menlu Retno.
Menlu Retno mengatakan, Dewan Keamanan PBB dan masyarakat internasional harus mengambil langkah tegas untuk mendorong de-eskalasi dan menghentikan kekerasan yang terus berlanjut.
Mengenai kondisi WNI di Lebanon, Menlu Retno mengatakan Pemerintah RI melalui KBRI Beirut terus melakukan pemantauan dan telah menyiapkan langkah kontijensi dalam mengantisipasi kondisi gawat darurat.
"Indonesia juga mendesak penghormatan terhadap keselamatan para peacekeeper UNIFIL di Lebanon. Saat ini Indonesia memiliki 1.232 personil di UNIFIL," kata Menlu Retno.
Ditambahkan olehnya, penindasan rakyat Palestina adalah akar permasalahan konflik, dan perdamaian di Timur Tengah tidak akan pernah dicapai tanpa keadilan untuk Palestina.
Diketahui, Israel melancarkan serangan yang diperluas ke wilayah Lebanon dengan dalih menyasar target-target kelompok militan Hizbullah.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan, sedikitnya 560 orang tewas dan 1.835 lainnya luka-luka akibat serangan Israel selama dua hari terakhir, dikutip dari Al Jazeera.
Kelompok Hizbullah dan Israel terlibat saling serang di perbatasan Lebanon selama setahun terakhir, menyusul pecahnya konflik di Jalur Gaza dengan Hizbullah menyatakan dukungannya terhadap kelompok militan Palestina Hamas.