Iuran BPJS naik 100%. Kenaikan tersebut diusulkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan iuran BPJS naik sebesar 100%. Usulan Sri Mulyani tersebut dikarenakan adanya defisit BPJS. BPJS diperkirakan bakal mengalami tekor lagi. Bahkan angkanya bakal jauh lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Adanya defisit menjadi sesuatu yang tidak sehat. Melihat hal tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemudian menyampaikan usulan kenaikan tarif iuran peserta BPJS Kesehatan untuk setiap kelas.
BPJS naik, usulan Sri Mulyani lebih besar dari usulan DJSN
Sebelumnya, kenaikan iuran BPJS juga diajukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). DJSN mengajukan kenaikan yang lebih rendah dari usulan Menkeu. DJSN mengusulkan, untuk kelas mandiri I, dari Rp80.000 menjadi Rp120.000 per bulan atau naik 50%.
Untuk peserta kelas II, iuran diusulkan naik dari Rp51.000 menjadi Rp75.000 per bulan. Sementara untuk kelas mandiri III, DJSN mengusulkan Rp42.000. Nominal ini berlaku untuk tiap jiwa per bulannya.
Di sisi lain, Menkeu mengusulkan, untuk iuran kelas mandiri I diusulkan naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 per jiwa per bulan. Sedangkan untuk kelas mandiri II dari Rp59.000 menjadi Rp120.000 per jiwa per bulan. Untuk kelas mandiri III, usulan DJSN dan Menkeu masih sama, yaitu Rp42.000 per bulan.
Sri Mulyani menegaskan, kenaikan tarif BPJS menjadi upaya untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang terus naik. DJSN sendiri juga memiliki pedapat yang sama. Dilansir dari republika.co.id, defisit BPJS Kesehatan menurut DJSN tahun ini diprediksi menyentuh Rp28,3 triliun.
Jumlah defisit diketahui dalam Rencana Kegiatan Anggaran dan Tahunan (RKAT). Namun, Sri menambahkan, nilai defisit yang lebih besar disampaikan di luar RKAT. Estimasi baru justru mengatakan bahwa BPJS akan mengalami defisit hingga Rp32,8 triliun sampai akhir tahun 2019.
Jika tetap mempertahankan jumlah iuran yang lama, padahal target peserta dan proyeksi manfaat maupun rawat inap tetap, Menkeu khawatir isu defisit tidak akan pernah terselesaikan. Menurutnya, faktor permasalahan utama defisit saat ini adalah iuran BPJS yang underprice alias di bawah nilai aktuaria.
“Sekarang persoalannya gimana kita koreksi berdasarkan kondisi dari iuran tersebut,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Menanggapi besaran kenaikan iuran BPJS yang diajukan DJSN, Menkeu mengatakan kenaikan nominal yang diusulkan DJSN memang akan menyelamatkan BPJS Kesehatan. Tetapi hanya bisa menyelamatkan selama 1 tahun saja. Dengan catatan seluruh tagihan yang “bolong” pada 2019 sudah dilunasi.
“Jadi, yang defisit Rp32,8 triliun itu sudah tertutup dulu, baru kenaikan iuran ini bisa membantu BPJS tahun 2020, tapi 2021 dan 2022 akan kembali defisit,” ungkap Sri Mulyani menanggapi usulan DJSN atas jumlah iuran BPJS naik.