Dilansir dari blog.netray.id: Sebagai garda terdepan penanganan krisis pandemi Covid-19, tenaga kesehatan Indonesia mendapatkan booster vaksin ketiga. Program tersebut saat ini memang sedang berjalan, sehingga belum semua nakes mendapatkannya. Akan tetapi, rumor terbaru menyebutkan bahwa sejumlah kelompok kecil masyarakat justru mendapatkan booster vaksin ketiga yang seharusnya tidak diberikan kepada masyarakat umum. Rumor tersebut muncul saat Presiden Joko Widodo berkunjung ke Kalimantan Timur.
Kelompok kecil masyarakat yang dimaksud adalah para pejabat pemerintah. Rumor tersebut berangkat dari sebuah video dari kanal Youtube Sekretariat Presiden yang berisi obrolan Joko Widodo dengan sejumlah pejabat. Yang sempat disebutkan namanya dalam obrolan antara lain Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor, Walikota Samarinda Andi Harun, hingga Panglima TNI Hadi Tjahjanto. Presiden saat itu didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan 3 orang pejabat yang sudah disebutkan sebelumnya.
Untuk mendapat gambaran yang lebih lengkap terkait bagaimana rumor ini beredar di ranah publik, Netray Media Monitoring melakukan pemantauan terhadap topik booster vaksin Covid-19 ketiga yang diterima pejabat. Pemantauan akan melihat seperti apa isu ini dibicarakan di media sosial serta bagaimana peran media massa dalam mewacanakan topik tersebut. Hasil pemantauan Netray tersebut bisa disimak dalam laporan di bawah ini.
Laporan Statistik Pemantauan Topik Booster Vaksin Pejabat di Linimasa Twitter
Menggunakan kata kunci booster, vaksin, dan pejabat, Netray berhasil mengumpulkan sejumlah tweet yang membicarakan topik pemantauan. Data tersebut dikumpulkan selama periode 20 Agustus hingga 26 Agustus 2021. Sebanyak 13.096 tweet yang mengandung kata kunci telah terbit di linimasa. Dari grafik di bawah ini juga nampak bahwa perbincangan ini baru viral pada tanggal 26 Agustus 2021. Terpantau 8.217 tweet diunggah oleh warganet dalam kurun waktu 24 jam.
Kuantitas perbincangan yang melonjak tajam tentu saja berpengaruh pada impresi yang diterima seluruh tweet secara kumulatif. Terpantau 38,6 juta total impresi berupa reply, retweet, dan favorites yang diperoleh tweet dengan kata kunci. Dengan total impresi sebesar ini maka topik booster vaksin ketiga untuk pejabat secara potensial dapat menjangkau 107,6 juta user Twitter berbahasa Indonesia.
Sebagian besar tweet yang membahas topik ini memiliki sentimen negatif, yakni sebanyak 9.471 tweet. Angka tersebut tidak bisa disandingkan dengan tweet bersentimen positif yang hanya berjumlah 426 tweet saja selama tujuh hari masa pemantauan. Mengapa jauh lebih banyak sentimen negatif kala warganet membicarakan isu booster vaksin ketiga akan dibahas pada bab analisis nanti.
Laporan Statistik Pemantauan Topik Booster Vaksin Pejabat di Media Massa Daring
Wacana booster vaksin ketiga pejabat yang viral di media sosial ternyata minim gaung di meja redaksi laman berita daring. Dengan periode pemantauan yang sama, Netray hanya menemukan 173 laporan yang diterbitkan oleh 60 kantor berita daring. 107 artikel ini masuk ke dalam kategori “Health & Lifestyle”, 42 artikel berada dalam kategori “Government”, sedangkan 23 lainnya adalah laporan “Politics”. Lantas bagaimana jika periode pemantauan dimundurkan lebih jauh lagi tetapi dengan kata kunci yang sama?
Hasilnya cukup berbeda meski terlihat masih kurang signifikan. Netray menemukan setidaknya terdapat 477 artikel yang diterbitkan oleh media massa daring ketika pemantauan dilakukan sejak awal bulan Agustus ini. Itu pun dibuat oleh 84 kantor berita baik nasional maupun daerah. Meskipun rentang periode pemantauan sudah diperluas, puncak kuantitas pemberitaan ternyata masih terjadi pada hari Kamis tanggal 26 Agustus 2021. Hanya saja dari grafik Peak Time terlihat bahwa pada awal bulan ini media massa sudah ramai membahas wacana booster vaksin ketiga.
CNN Indonesia menjadi kantor berita yang paling banyak menulis artikel, yaitu sebanyak 12 buah dalam waktu satu pekan ke belakang. Disusul dengan laman Republika, Kumparan, serta Kompas yang sama-sama menulis 9 artikel yang mengandung kata kunci. Laman Galamedia News dan Bisnis Indonesia sama-sama membuat 8 artikel, sedangkan Detikcom hanya memuat 7 berita saja. Sisanya bisa disimak di grafik Top Portal di bawah ini.
Sudut Pandang Warganet atas Topik Booster Vaksin untuk Pejabat
Pada pemaparan sebelumnya sudah ditunjukkan bagaimana topik ini dipresentasikan di media massa dan media sosial. Antusiasme diantara dua platform ini seperti berjalan di atas rel yang terpisah. Seperti yang terjadi di linimasa Twitter saat isu ini mulai mendapat banyak atensi dari warganet, yakni pada tanggal 25 Agustus 2021. Tweet dari akun @febridiansyah menjadi unggahan yang paling banyak mendapat respons dari warganet Twitter. Ia berpendapat bukankah sebaiknya profesi guru yang mendapatkan booster vaksin setelah nakes, tetapi malah pejabat yang mengaku ke Presiden Joko Widodo bahwa mereka telah memperoleh suntikan.
Jika merujuk pada grafik Top Accounts, maka akun @dr_koko28 menjadi akun kedua yang memperoleh impresi tertinggi. Tweet dari dokter tersebut memang tak membahas booster vaksin untuk pejabat. Ia justru menyoroti keinginan nakes mendapatkan vaksin Sinovac sebagai booster ketiga daripada menggunakan Moderna yang memiliki kipi yang lebih buruk. Bagaimanapun juga nakes harus segera aktif bekerja setelah mendapatkan vaksin.
Wacana tentang pejabat baru kembali muncul dari tweet milik @ngabdul. Ia merasa heran mengapa pemerintah tidak terang-terangan membuat aturan vaksin ketiga untuk para pejabat. Alih-alih harus sembunyi-sembunyi mendapatkannya seperti maling. Akun lain dari grafik Top Accounts selanjutnya juga membahas wacana “pengambilan” booster secara tertutup, simak tweet tersebut dari galeri di bawah ini.
Yang menarik dari pemantauan di tanggal 25 Agustus adalah kemunculan akun @qronoz di dalam grafik Top People. Biasanya akun yang mendapat banyak impresi pada hari tersebut juga menempati posisi yang tinggi di dalam grafik ini. Akan tetapi, tweet @qronoz tidak ditemukan pada tanggal tersebut. Setelah dilakukan pelacakan sehari sebelumnya, diketahui bahwa akun tersebut memiliki sejumlah tweet yang cukup banyak mendapat respons dari warganet. Pasalnya tweet tersebut seperti menjadi whistle blower atas kasus pejabat yang mendapat booster vaksin ketiga yang seharusnya untuk nakes.
Dengan populernya tweet tersebut di linimasa, menempatkan akun @qronoz sebagai akun yang memperoleh impresi ketiga tertinggi selama periode pemantauan. Sedangkan posisi pertama dan kedua diisi akun @DGHisham dan @sofiesyarief. Kedua akun tersebut yang ternyata mengisi linimasa Twitter pada tanggal 26 Agustus 2021, atau saat perbincangan sedang mengalami peak time. Lantas bagaimana dengan wajah pemberitaan media massa terkait kasus booster vaksin ketiga para pejabat?
Media Massa Minim Antusiasme, Apa yang Mereka Beritakan?
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, antusiasme perbincangan di Twitter tidak begitu terasa di pemberitaan media massa. Namun bukan berarti media massa sama sekali tidak mengangkat isu ini. Terlihat dari pemantauan Netray, sejumlah berita dengan sentimen negatif juga mengangkat isu tersebut. Hanya saja media massa seperti sengaja tidak melakukan klarifikasi langsung terhadap figur yang bersangkutan. Seperti kepada para pejabat yang hadir di acara, termasuk Presiden Joko Widodo.
Yang dipilih oleh media massa sebagai narasumber adalah mereka yang merasa harus berpendapat terhadap isu tersebut. Simak saja penggalan judul dari sejumlah berita di bawah ini. Seakan hanya menjadi pernyataan sikap dari para narasumber bahwa apa yang dilakukan oleh para pejabat ini tidak tepat. Serangan isu semacam ini tentu saja akan sangat mudah ditangkal oleh pemerintah dengan cukup membuat pernyataan yang sebenarnya tidak relevan dengan pertanyaan yang ada di benak publik.
Penutup
Pembaca laporan ini mungkin bisa menyimpulkan sendiri bagaimana seharusnya menyikapi wacana pejabat yang diam-diam telah mendapatkan vaksin booster ketiga. Tentu saja tidak menjadi masalah jika memang pejabat publik mendapat treatment semacam itu apabila memang diatur secara resmi. Tak perlu bermuka dua dengan menunjukan kepedulian terhadap penanganan pandemi kala mendahulukan sektor kritikal seperti tenaga kesehatan. Toh masyarakat umum juga paham bahwa pejabat negeri ini adalah kelompok sosial yang ingin mendapat “keistimewaan”.