Djawanews.com – Ryamizard Ryacudu, Mantan Menteri Pertahanan (Menhan) mengatakan ada unsur kedaruratan dalam penyewaan satelit oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) guna mengisi slot orbit 123 derajat Bujur Timur pada 2015. Hal ini karena, apabila Indonesia tidak segera menunnjukkan komitmennya kepada International Telecommunication Union (ITU), slot tersebut bisa diberikan kepada pihak lain. Karena itu, Presiden Joko Widodo waktu itu mengeluarkan diskresi atau perintah kepadanya untuk menyelamatkan slot orbit tersebut.
"Saya ini prajurit, mendapat perintah selamatkan (slot) orbit 123 BT, saya lakukan dan berhasil. Kalau itu tidak saya lakukan, orbit itu bisa diambil pihak lain dan membahayakan kedaulatan negara," ujar Ryamizard dikutip dari Kompas.id, Senin (17/1).
Tercatat pada 19 Januari 2015, Satelit Garuda-1 yang ada di slot itu keluar dari orbit sehingga terjadi kekosongan di slot orbit 123 derajat Bujur Timur. Sebagaimana dalam aturan ITU, slot tersebut harus diisi jika tidak mau diberikan ke negara lain. Selain itu, Ryamizard mengatakan bahwa ada ancaman kedaulatan terhadap negara apabila slot orbit yang berada di atas Sulawesi itu tidak segera diselamatkan kendati demikian, secara normatif ada beberapa yang tidak sesuai. Karena itu, Jokowi mengeluarkan diskresi kepadanya untuk menyelamatkan slot orbit tersebut.
"Pertama karena ada diskresi dan kedua, ada ancaman kedaulatan kalau itu tidak dilakukan," katanya. Dalam pelaksanannya, penggunaan slot orbit oleh Kemenhan pada 2015 melalui proyek satelit militer menjadi polemik karena membuat negara menelan kerugian besar.
Keputusan pengadilan arbitrase internasional di Inggris dan Singapura menghukum Indonesia dan mewajibkan untuk membayar beberapa perusahaan yang terlibat dalam penandatanganan kontrak dengan Kemenhan dengan nilai Rp 815 miliar. Ryamizard juga mengakui bahwa Kemenhan saat memanfaatkan slot orbit belum mempunyai anggaran. Namun, Kemenhan harus tetap menyewa satelit demi menyelamatkan slot orbit sebagaimana perintah Jokowi.
"Memang belum ada anggaran. Namun, kami harus segera mengisi slot itu untuk menunjukkan komitmen (mengisi slot orbit)," imbuh dia. Permasalahan proyek satelit itu berawal ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) guna membangun Satkomhan.
Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis milik Avanti Communication Limited pada 6 Desember 2015. Kontrak itu dilakukan meskipun penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kemkominfo baru diterbitkan pada 29 Januari 2016. Namun pihak Kemenhan pada 25 Juni 2018 mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT kepada Kemenkominfo. Pada saat melakukan kontrak dengan Avanti pada 2015, Kemenhan ternyata belum memiliki anggaran untuk keperluan tersebut. Dilansir dari Kompas.com.
Baca artikel terkait Menhan. Simak berita menarik lainnya hanya di Djawanews dan ikuti Instagram Djawanews.