Meskipun jumlah polisi wanita sangat sedikit, namun polwan memiliki peranan penting di zaman perang pasca kemerdekaan.
Pada peringatan hari kartini 25 april 2018 lalu, Kapolri Jendral (Pol) Tito Karnavian memiliki keinginan agar jumlah polisi wanita atau polwan dapat lebih banyak lagi. Kapolri sendiri mengharapkan polwan di masa mendatang dapat mengisi posisi strategis, lantas mungkinkah keinginan Tito dapat terwujud? Dan seperti apa sejarah Polwan di Indonesia?
adapun jumlah polri per 2018 sebanyak 443.379 personel dengan komposisi polwan sebesar 36.595 personel atau 8,3 persen dari total jumlah keseluruhan.
Sejarah polwan di Indonesia
Sebelum polwan dibentuk untuk pertama kalinya, ada banyak kondisi yang mengguncang bangsa Indonesia sejah zaman kemerdekaan perang. Setelah dua orang plokamator yakni Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Belanda lagi-lagi berambisi untuk kembali berkuasa dan melancarkan serangan demi sedangan.
Sejumlah perundingan yang dibuat antara Indonesia dan Belanda banyak yang dilanggar. Dalam kondisi tersebut akhirnya banyak penduduk Indonesia yang mengungsi dari lokasi pertempuran. Kendati demikian, pemerintah pun harus tetap waspada, lantaran masih ada kemungkinan di susupi mata-mata di dalam arus pengungsian.
Yang menjadi masalah, tidak semua pengungsi perempuan bersedia untuk diperiksa oleh petugas polisi laki-laki. Ini tentu saja menjadi persoalan, lantaran Belanda sangat mungkin menempatkan mata-mata dari perempuan pribumi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah Indonesia akhirnya membentuk kesatuan polisi wanita dengan jumlah anggota enam orang saja, yakni Mariana Saanin Mufti, Djasmainar Husein, Nelly Pauna Situmorang, Dahniar Sukotjo, Rosmalina Pramono dan Rosnalia Taher. Uniknya, semua anggota polisi wanita tersebut berasal dari Minangkabau.
Kesatuan Polisi Wanita Indonesia untuk pertama kalinya didirikan pada 1 September 1948. Dan pada 1 september 2019 nanti, pembentukan kesatuan Polwan akan genap berusia 71 tahun.
Mengutip jurnal Dharmasena yang diterbitkan oleh Pusat Penerangan Pertahanan dan Keamanan pada 1995, enam anggota polisi wanita ini kemudian diikutkan dalam pelatihan sebagai inspektur polisi beberangen dengan 44 peserta laki-laki.
Adapun pelatihan instruktur kepolisian diadakan di SPN Bukittinggi pada 1 September 1948. Oleh sebab itu pada setiap tanggal 1 September akan diperingati sebagai hari kelahiran polisi wanita Indonesia.
Di sisi lain, enam polisi wanita pertama RI ini juga otomatis menjadi anggota Angkatan Bersenjata RI perempuan pertama.
Sebagai informasi, enam polisi wanita ini juga turut andil dalam perjuangan mempertahankan pemerintahan darurat di Bukittinggi.
Dalam tulisan Hasril Chaniago dan Khairul Jasmi dengan judul Brigadir Jendral Polisi Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa (1998) ada tiga polisi wanita yang masuk dalam kesatuan basis pertahanan dari serangan pasukan Belanda di Bukittinggi yang dibentuk pimpinan Kesatuan Brigade Mobil inspektur Polisi Amir Machmud pada tahun 1949. Ketiga srikandi itu adalah Rosmalina, Jasmaniar dan Nelly Pauna.
Equality di tubuh Polri
Setelah situasi perang di zaman kemerdekaan mereda, dan Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh, ke enam polisi wanita ini kemudian melanjutkan pendidikan ke SPN Sukabumi dan lulus pada 1951 sebagai inspektur polisi. Meskipun jumlah polisi wanita saat itu sangat sedikit, namun mereka memiliki peranan penting di awal kemerdekaan Indonesia.
Setelah orde lama berahkir, minat perempuan untuk menjadi polwan masih sangat sedikit. Meskipun pendidikan untuk polisi wanita masih terus berlanjut, namun institusi pedidikan khusu polisi perempuan masih belum terbentuk.
Pada 1975, Polda Metro Jaya melalui Sekolah Anggota Kepoliasian RI yang bermarkas di Ciputat membuka kelas khusus untuk pendidikan bintara polwan. Tujuh tahun setelahnya, kelas ini diperluas dan berubah menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan).
Di kutip dari buku Ensiklopedi Kepolisian Tingkat Dasar (1986) karya Tjuk Sugiarso, Pada 30 Oktober 1984, nama Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) dan berada di bawah Direktorat Pendidikan Polri.
Dengan adanya Sepolwan, minat perempuan untuk menjadi polisi semakin banyak. meskipun begitu, jumlah anggota polisi perempuan sangatlah kecil. Dalam rentang tahun 1980-an hingga 1990 an, ada pertumbuhan jumlah personil polwan perempuan di tubuh Polri.
Tahun 1992, jumlah polisi wanita meningkat menjadi 5.277 personil dari total 166.658 personil polisi. Kendati demikian, pertumbuhan polisi perempuan masih terus tersendat. Pada tahun 2012, jumlah polisi perempuan hanya 13.200 personil dari 398.000 total personil polisi atau hanya 3,6 persennya saja.
Kemudian, di tahun 2018, jumlah personil perempuan hampir menyentuh 10 persen dari total jumlah personil polisi yang berjumlah lebih dari 400.000.
Seperti sejarah polwan Indonesia yang memegang peranan penting di zaman peperangan pasca kemerdekaan, kini polisi perempuan diharapkan dapat mengisi pos-pos penting di institusi polri