Kiai Maimun Zubair terkenal sebagai ulama yang memiliki kedalaman ilmu fiqih.
Kabar duka datang dari Kiai Maimun Zubair. Salah satu Mustasyar (dewan penasehat) PBNU ini wafat saat menjalan ibadah haji di tanah suci Makkah. KH. Maimun Zubair Wafat pasa Selasa (6/8/2019) pada pukul 4.30 pagi waktu setempat usai menjalankan ibadah Salat Subuh.
Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini mengajak kepada Kader PBNU dan juga umat muslim untuk melakukan Salat Gaib guna mendoakan kepergian Kiai Maimun Zubair.
“Kepada umat islam, Khusunya warga Nahdlatul Ulama, mari bersama-sama melaksanakan Salat Gaib dan membacakan Surat Al-Fatihah untuk KH. Maimun Zubair. Semoga senantiasa ditempatkan di tempat yang paling mulia di sisi Allah SWT,” kata Helmy, Selasa (6/8/2019).
Riwayat Hidup ulama kharismatik KH. Maimun Zubair
Mbah Moen Sapaan akrab KH Maimun Zubair merupakan sosok yang alim dan terkenal sebagai seorang penggerak. Ia juga terkenal sebagai ulama yang memiliki kedalam ilmu fiqih dan ushul fiqih. Oleh karenanya Mbah Moen kerap menjadi rujukan ulama Indonesia di bidang Fiqih.
Mbah Moen lahir di Sarang, Rembang pada 28 Oktober 1928. Kiai Maimun Zubair merupakan kawan dekat dari kiai Sahal Mahfudh dan sama-sama menjadi santri kelana di pesantren-pesantren Jawa sekaligus Belajar ilmu agama di Arab Saudi.
Kiai Maimun merupakan pengasuh Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Ia merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang. Pada masanya Kiai Zubair merupakan seorang alim dan faqih dan pernah belajar langsung dari Syekh Said Al-Yamani serta Syekh Hasan Al-Yamani Al-Makky.
Maka tak heran jika akhirnya KH. Maimun Zubair memiliki basis pendidikan keagamaan yang sangat kuat. Mbah Moen selanjutnya meneruskan ngajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur dan beguru pada Kiai Abdul karim dan dua kiai lain yakni Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Saat menginjak umur 21 tahun, Maimun Zubair melanjutkan studi ke Tanah Suci Makkah. Di sana, Kiai Maimun berguru pada Sayyid Alawi Bin Abbas Al-Maliki, Syekh Al-Iman Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Quthbi, Syekh Yasin Isa Al-Fadani, Syekh Abdul Qodir Al-Mandaly dan beberapa ulama besar lainnya.
Dia juga diketahui sempat belajar ke sejumlah ulama besar di tanah Jawa seperti Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abdul Fadhol Senori (Tuban) dan beberapa ulama lain di nusantara.
Maimun juga menulis sejumlah kitab-kitab yang kerap menjadi rujukan bagi para santri, diantaranya, kitab berjudul Al-Ulama Al-Mujaddidun.
Selepas kembali dari Makkah, Mbah Moen kemudian memutuskan untuk mengabdikan diri dan mengajar di Sarang. Pada tahun 1965, Mbah Moen kemudian Istiqomah mengembangkan Pesantren Al-Anwar Sarang. Di kemudian hari, pesantren besutan Mbah Moen ini menjadi rujukan santri dalam belajar kitab kuning dan mempelajari secara tuntas dan komprehensif.
Maimun Zubair juga memiliki perjalan hidup sebagai penggerak. Tercatat, Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu Kiai Maimun juga sempat menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Karena kedalaman ilmu dan Kharismanya, Mbah Moen juga diangkat menjadi Ketua Majelis Syuro Partai Pesatuan pembangunan (PPP).