Setelah pencopotan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Ari Askhara, lagi-lagi petinggi perusahaan plat merah dikenai pemecatan. Helmy Yahya yang selama ini menjadi Direktur Utama TVRI harus turun jabatan.
Pemecatan Helmy Yahya sesuai dengan SK Dewan Pengawas LPP TVRI No. 241/DEWAS/TVRI/2019. Meskipun demikian, Helmy menyatakan jika dirinya masih menjadi Direktur Utama TVRI secara sah.
Helmy Yahya Klaim Dirinya Masih Dirut
Dilansir dari Detik, Helmy mengakui jika memang ada pemberhentian yang dilakukan oleh Dewan Pengawas. “Iya benar (ada pemberhentian). Tapi saya tetap dirut TVRI secara sah, dan didukung semua direktur. Save TVRI!” ujar Helmy.
Menurut Helmy, pemecatan atas dirinya tidak sah lantaran menurutnya dirinya sudah bekerja seara profesional sesuai UU dan PP yang berlaku. Menurutnya dalam PP No 13 tahun 2005 pasal 24 ayat 4, pemberhentian Direktur Utama dilakukan jika melanggar empat poin.
Helmy menyatakan selama menjabat, dirinya tidak pernah melanggar aturan dari empat poin dalam PP. “Direksi TVRI hanya boleh dipecat dengan 4 poin melanggar yang melanggar,. Tidak ada satupun poin itu saya langgar,” kata Helmy.
DPR ungkap Polemik Internal TVRI
Beredarnya surat pemecatan yang ditujukan Helmy Yahya sontak menjadi viral. DPR tidak ketinggalan turut berkomentar. Dilansir dari Tempo, melalui Komisi Bidang I Penyiaran DPR, beberapa polemik internal TVRI dibeberkan.
1. Pembelian Program Asing
Anggota Komisi I Bidang Penyiaran DPR Sukamta menyatakan jika permasalahan di TVRI, hingga berujung pemberhentian sementara Helmy Yahya oleh Dewan Pengawas adalah akumulasi dari berbagai persoalan. Kebijakan pembelian program asing oleh direksi TVRI, menurut Politikus PKS tersebut adalah salah satu persoalan yang melandasi.
2. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Anggota Komisi I DPR lainnya, Syaifullah Tamliha menyatakan jika pembelian program asing oleh direksi TVRI tidak disetujuai oleh Dewan Pengawas. Menurut fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut setiap kebijakan direksi sudah seharusnya dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Pengawas.
Tamliha juga menyinggung temuan Komisi I DPR terkait pengelolaan sumber daya manusia (SDA) TVRI. Dirinya menyebut jika sekarang ada ribuan pegawai yang nasibnya tidak jelas.
Ketidakjelasan nasib pegawai TVRI, menurut Tamliha dapat merugikan, karena terdapat peraturan batas usia maksimal pengangkatan karyawan. “Mereka kan sudah berjasa besar, terutama yang di kawasan terpencil, pedalaman. Itu kan perlu dihargai,” ujar Tamliha.
3. Ketidakjelasan Hubungan dengan DPR
Selain masalah pembelian program asing dan pengeloalaan SDA, menurut DPR TVRI juga memiliki ketidakjelasan hubungan kemitraan dengan Komisi I DPR. Tamliha memberikan contoh ketika ada rapat dengan Komisi I DPR yang menghadiri adalah direksi, bukan Dewan Pengawas.
Ketidakhadiran Dewan Pengawas, membuat Komisi I DPR tidak dapat mengevaluasi kinerja mereka. Pemilihan Dewan Pengawas, merujuk pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dipilih oleh Komisi I DPR. Dewan Pengawas kemudian memilih direksi, salah satunya adalah Helmy Yahya.