Dilansir dari blog.netray.id: Polarisasi menjadi momok menakutkan bagi demokrasi Indonesia. Benih polarisasi muncul sejak Pilpres 2014, mempertemukan Prabowo dengan Joko Widodo hingga menguat pada kontestasi politik 2019. Meski Prabowo telah merapat sebagai Menteri di Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma’ruf Amin, pertengkaran pada arus bawah masih terus terjadi. Perpecahan akibat perbedaan pilihan tidak lantas meredup, justru semakin meluas.
Kini jelang tahun politik 2024, Netray mengamati isu seputar polarisasi yang beredar di media sosial Twitter dan media pemberitaan. Isu ini dipantau sejak 01 Januari 2023 sampai dengan 13 Maret 2023 dengan menggunakan kata kunci polarisasi dan polarisasi && politik. Hasilnya ditemukan setidaknya 4.8 ribu tweet warganet dan lebih dari 1,5 ribu artikel pemberitaan terkait isu polarisasi. Berikut hasil pengamatan Netray selengkapnya.
Di Twitter, dari 4.8 ribu tweet warganet 3 ribu di antaranya bersentimen negatif. Impresi yang dihasilkan dari perbincangan topik ini sebanyak 1,1 juta impresi yang berpotensi menjangkau hingga 103,3 juta akun pengguna Twitter. Perbincangan ini pun didominasi oleh akun yang terdeteksi bergender laki-laki.
Melalui grafik di bawah dapat diamati bahwa perbincangan terkait polarisasi muncul setiap harinya selama periode pantauan Netray. Intensitas perbincangan tampak mengalami kenaikan pada beberapa waktu, salah satunya pada akhir Februari 2023 yang dipantik oleh isu tuduhan kepada PSI yang diduga merawat polarisasi.
Pada kosakata populer terlihat berbagai kata terkait isu ini, seperti buzzerp, cebong, kadrun, sara, perpecahan, identitas, berkepanjangan, dan berbagai kosakata lainnya. Selain itu, dapat diamati juga kemunculan sejumlah nama tokoh politik di Indonesia yang banyak disebut dalam topik ini, seperti Anies, Jokowi, Prabowo, dan Ganjar.
Kemunculan kata seperti cebong dan kadrun tampak merepresentasikan sisa pertikaian yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu. Meski Pemilu telah lama usai, hingga pada awal tahun 2023 warganet masih kerap menggunakan istilah tersebut yang sekaligus menjadi pertengkaran simbolik dua belah pihak yang berseberangan pilihan politik.
Lalu bagaimana dengan kemunculan sejumlah nama tokoh politik dalam arus perbincangan warganet terkait isu polarisasi? Mengapa tokoh-tokoh tersebut banyak disebut warganet? Netray mengambil beberapa sampel tweet warganet yang menyebutkan nama tokoh-tokoh politik yang dominan muncul pada topik ini, berikut di antaranya.
Polarisasi seolah menjadi bola liar di media sosial, tampak warganet saling menuding penyebab dari merebaknya polarisasi di Indonesia. Tuduhan kepada Jokowi pun turut dilayangkan oleh warganet yang merasa Jokowi sebagai penyebab muncul dan meluasnya polarisasi di masyarakat.
Kontestasi politik 2019 dapat dikatakan sebagai puncak dari meledaknya polarisasi di masyarakat. Sebagaimana kemunculan istilah cebong dan kadrun yang merebak pada masa itu. Hal ini kemudian turut menyeret nama Prabowo yang juga terlibat dalam kontestasi politik pada tahun 2019 tersebut. Warganet pun menyadari hingga saat ini polarisasi di masyarakat tidak kunjung mereda meski telah mendekati Pilpres 2024.
Tidak hanya Jokowi dan Prabowo, nama tokoh politik lainnya yang akrab dengan isu polarisasi adalah Anies Baswedan. Namanya turut muncul dalam arus perbincangan warganet terkait polarisasi, bahkan dirinya disebut-sebut sebagai biang kerok polarisasi di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan Pilgub DKI Jakarta yang menghadapkan Anies dengan Ahok pada 2017 lalu.
Tahun tersebut menjadi tahun kontestasi politik paling melelahkan, dengan politik identitas yang menyebabkan semakin dalamnya jurang perpecahan di masyarakat. Hal ini kemudian turut menjadi bibit meledaknya perpecahan di masyarakat pada Pilpres 2019. Meski demikian, terdapat warganet yang menilai jika stigma politik identitas yang melekat pada Anies hanya datang dari mantan pendukung Ahok.
Saling tuding antar pendukung partai politik dan pendukung tokoh politik ini membuat seolah narasi kontestasi hanya terbagi menjadi dua dan berlandaskan kebencian antar pendukung. Narasi ini kemudian merambat ke depan dan turut mencatut nama Ganjar Pranowo yang digadang-gadang akan maju pada Pilpres 2024 mendatang.
Warganet menilai jika Ganjar dan Anies maju berhadapan pada Pilpres 2024 hal ini tidak akan meredam polarisasi yang terlanjur mengakar di masyarakat. Hal ini disebabkan baik Anies maupun Ganjar memiliki stigma sebagai cebong dan kadrun yang melekat pada keduanya.
Isu Polarisasi di Media Pemberitaan
Tidak hanya di Twitter, perbincangan terkait isu polarisasi juga masih terus menjadi pembahasan di media pemberitaan. Di media pemberitaan online, Netray menemukan lebih dari 1,5 ribu artikel terkait polarisasi.
Dengan menggunakan periode yang sama, Netray menemukan 235 total media pemberitaan yang membahas artikel terkait polarisasi dan 1,1 ribu di antaranya berkategori politik. Selain kategori politik, kategori artikel lainnya adalah pemerintahan dan hukum.
Di media pemberitaan, sejak Januari hingga pertengahan Maret tampak pembahasan seputar polarisasi muncul dalam berbagai artikel di berbagai media dengan intensitas yang cenderung fluktuatif. Pada kosakata populer tampak berbagai kata yang kerap muncul seperti, identitas, kampanye, pemilihan, koalisi, dan berbagai kata lainnya.
Seperti halnya di Twitter nama keempat tokoh, yakni Joko Widodo, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto menempati urutan teratas tokoh yang paling banyak disebut dalam artikel seputar polarisasi. Beberapa momen kontestasi politik, seperti Pilgub 2017 yang melibatkan Anies, Pilpres 2019 yang melibatkan Jokowi dan Prabowo, hingga Pilpres 2024 mendatang agaknya tidak dapat melepaskan tokoh-tokoh tersebut dari isu polarisasi.
Termasuk nama Ganjar yang kemudian mencuat karena popularitasnya di bursa Capres 2024 mendatang. Ganjar yang digadang-gadang akan berhadapan dengan Anies juga turut dilibatkan dalam isu seputar polarisasi. Hal ini berkaitan dengan partai yang dinaunginya yakni PDIP yang sebelumnya bertarung dengan Gerindra, dengan Anies pada Pilgub 2017 dan Prabowo pada Pilpres 2019. Kedua partai seolah secara simbolik memerankan kubu pendukung petahana yang dinilai tidak agamis dan kubu oposisi yang lebih agamis, ini kemudian memunculkan cebong dan kadrun atau togog dan kadrun.
Semakin mendekati tahun politik 2024, media kemudian banyak menerbitkan artikel terkait pernyataan pemerintah soal polarisasi yang rawan terjadi. Hal tersebut disampaikan oleh Ma’ruf Amin, Boy Rafli, hingga Mendagri Tito Karnavian. Polarisasi yang terjadi di masyarakat dinilai disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah politik identitas. Cara berpolitik ini kemudian menimbulkan pergesekan di masyarakat, hingga menyebabkan kebencian, hoaks, dan isu sara yang mudah menyentil emosi oleh masyarakat.
Sebagaimana pemetaan permasalahan yang akan dihadapi pada Pemilu 2024 salah satunya adalah politik identitas dan polarisasi politik. Untuk mengingatkan rawannya polarisasi jelang tahun Pemilu 2024 Jokowi mengingatkan media untuk tidak turut tergelincir dalam jurang polarisasi. Dalam hal ini media seharusnya bersih dari hoaks, menjaga idealisme, serta objektif sehingga masyarakat dapat teredukasi.
Pada topik polarisasi tampak akun @BosPurwa dan @ekowboy2 menjadi akun terpopuler di Twitter. Kedua akun tersebut tampak sama-sama menampik stigma Anies yang lekat dengan polarisasi dan politik identitas melalui berbagai tweetnya. Sementara pada kategori Top Portal tampak Tribun News dan Liputan6 menjadi portal media online yang paling banyak membahas isu seputar polarisasi selama periode pantauan Netray.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Anda dapat berlangganan atau menggunakan percobaan gratis di netray.id untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang sesuai kebutuhan secara real time.