YOGYAKARTA – Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menyelenggarakan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Aula G Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta, pada Senin (12/11/2024).
Dalam kegiatan bertema “Peran Perempuan dalam Mewujudkan Toleransi dan Kesetaraan dalam Masyarakat yang Multikultural” tersebut, pria yang akrab disapa Gus Hilmy itu mengingatkan bahwa pelajaran pertama tentang toleransi dan kesetaraan, didapatkan dari seorang perempuan, yaitu ibu.
“Kita pertama kali diajar bersikap toleran kepada siapa saja adalah oleh ibu kita. Setiap orang memiliki perbedaan, keunikan, dan kita harus bisa memahami bahwa kita berbeda. Yang menjadikan kita hebat itu bukan karena kita berbeda, tapi karena kita bersatu dan bersama. Ibu adalah pengajar pertama dalam konteks toleransi dan kesetaraan,” ungkap Senator asal Yogyakarta tersebut dalam paparannya.
Bagi Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut, kesetaraan menjadi syarat utama bagi sebuah negara demokrasi. Setara dalam banyak hal, dalam pekerjaan, pendidikan, gender dan sebagainya.
“Kesetaraan itu bukan berarti mutlak semuanya sama, tetapi ada peran-peran yang dibagi secara setara. Untuk dapat melakukannya, kita mesti membangun kapasitas kita sendiri sehingga mengetahui peran kita sendiri, apa yang mesti kita lakukan, apa peran yang harus kita lakukan,” jelas anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tersebut.
Kesempatan tersebut dihadiri juga oleh Pengasuh Kompleks R Pondok Pesantren Al Munawwir Ibu Nyai Hj. Ida Fatimah, M.Si. dan Ketua Pengurus Wilayah (PW) Muslimat NU DIY Fatma Amilia, S.Ag., M.Si.
Dalam paparannya, Ibu Nyai Hj. Ida menyatakan, perempuan mesti menjadi setara di berbagai tempat. Menurutnya, perempuan harus tahu apa perannya di masing-masing tempat tersebut.
“Di dalam keluarga, kita setara dengan suami. Kita hanya berbagi peran untuk urusan domestik. Tetapi ketika kita berada di luar, kita punya peran yang berbeda. Maka kita harapkan, santri-santri untuk menjadi apa saja yang dimaui masyarakat. Santri siap pakai oleh masyarakat,” tutur A'wan PBNU tersebut.
Pernyataan tersebut diamini oleh Ibu Fatma. Menurutnya, peran perempuan yang sangat kompleks sebagaimana diri perempuan itu sendiri. Mengenai perbedaan dengan laki-laki, menurutnya hanya sebatas pada kodrat dan tingkat ketakwaan.
“Laki dan perempuan itu setara. Perbedaan kodrat untuk saling melengkapi. Yang membedakan keduanya adalah ketakwaannya. Harus saling menghormati, saling menghargai. Pahala laki dan perempuan sama, hukuman atau sanksi bagi keduanya juga sama. Kalau tadi Ibu ida menyatakan peran perempuan ada di keluarga dan lingkungan, saya tambahkan di tempat kerja dan di sosmed,” katanya.