Dilansir dari blog.netray.id: Wacana penundaan pemilu 2024 mengemuka setidaknya dalam satu tahun terakhir. Perbincangan meningkat tatkala sejumlah pejabat dan politisi terang-terangangan menyampaikan wacana itu ke publik dengan klaim dukungan dari masyarakat berbasis big data. Namun berdasarkan analisis data Netray, wacana itu tak sepenuhnya meraih dukungan publik.
Netray melakukan pemantauan perbincangan Twitter dan pemberitaan media daring untuk melacak bagaimana isu penundaan pemilu bergulir dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Pemantauan dilakukan rentang waktu satu tahun mulai 16 Maret 2021 sampai 16 Maret 2022 menggunakan kata kunci “ditunda && pemilu, menunda && pemilu, tunda && pemilu, penundaan && pemilu, dan 3 periode”.
Pantaun Twitter menunjukkan ada 113 ribu twit atau cuitan yang menyebut soal penundaan pemilu dalam satu tahun terakhir. Dari jumlah itu sangat dominan twit sentimen negatif yakni sebanyak 67,7 ribu, sedangkan sentimen positif hanya 20 ribu.
Sentimen negatif ini muncul dengan menyebut kata-kata yang bernada komplain, mengkritik bahkan olokkan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kata berimpresi negatif yang sering muncul.
Kata “goblok” adalah yang paling sering muncul sebanyak 343 kali. Kata itu memiliki kecenderungan opini penolakan terhadap wacana penundaan pemilu. Kata “goblok” banyak digunakan untuk mengungkapkan opini terhadap subjek yang melontarkan atau terang-terangan mendukung dan melempar wacana penundaan pemilu.
Selain kata itu ada kata “susah” yang muncul sebanyak 331 kali. Kata ini juga memiliki kecenderungan opini penolakan terhadap wacana penundaan pemilu. “Susah” digunakan untuk mengungkapkan keluhan warganet terhadap situasi pemerintahan Jokowi, sehingga dinilai tak patut periode pemerintahannya diperpanjang.
Kata lain yang juga muncul bernada negatif adalah “amburadul, jelek dan kecewa”. Kata itu juga cenderung digunakan warganet mengungkapkan penolakan terhadap wacana penundaan pemilu.
Kata-kata negatif yang kerap muncul itu juga kecenderungan membawa-bawa nama presiden Jokowi. Sebab dari keseluruhan orang yang paling banyak disebut, nama “Jokowi” berada diurutan paling atas dengan total penyebutan 51.203 kali.
Kemudian puluhan ribu twit yang didominasi sentimen negatif itu berasal dari mana saja? Jika dilihat dari analisis akun berdasarkan jenis kelamin yang dapat teridentifikasi oleh Netray melalui karakteristik nama akun, sekurang-kurangnya ada 33,7 ribu akun yang mencuit soal wacana penundaan pemilu selama setahun. Terdiri dari 28 ribu laki-laki dan 5,7 ribu perempuan.
Akun yang paling populer dari segi jumlah cuitan manapun impresi dari warganet berupa like hingga komentar adalah akun yang pro dengan oposisi pemerintah. Tiga akun terpopuler itu di antaranya adalah adalah @democrazymedia, @OposisiCerdas, dan @geloraco. Akun-akun tersebut mencuit artikel-artikel yang kontrak terhadap wacana penundaan pemilu.
“Menolak” Penundaan Pemilu, Banyak Muncul di Media Online
Perputaran isu penundaan pemilu di media online agak beda. Netray mengidentifikasi sentimen positif lebih mendominasi dalam setahun terakhir. Dari total 8.262 pemberitaan yang berasal dari 143 media, sebanyak 4.348 di antaranya bersentimen positif dan 2.179 bersentimen negatif.
Sentimen negatif atau positif yang tergambar pada headline media online, memang tak dapat serta merta diasosiasikan dengan setuju atau tolak penundaan pemilu. Sentimen negatif muncul atau teridentifikasi hanya ketika kata-kata yang memiliki arti dan pemaknaan negatif muncul.
Namun dari analisis pemberitaan selama satu tahun itu dapat diketahui pula kecenderungan antara setuju atau menolak wacana penundaan pemilu. Sebab hasil analisis menunjukkan “setuju” dan “menolak” masuk dalam daftar kata yang cukup banyak muncul dalam pemberitaan.
Hasil analisis Netray menunjukkan kata “menolak” muncul sebanyak 5.237 kali lebih sering muncul dibandingkan kata “setuju” yang hanya muncul 3.722 kali. Artinya terdapat kecenderungan pemberitaan penolakan wacana penundaan pemilu lebih banyak.
Runutan Wacana Tunda Pemilu
Kapan pemberitaan di media online ataupun perbincangan di Twitter itu terjadi dan apa pemicunya? Jika berdasarkan pemantauan selama satu tahun terakhir baik di Twitter maupun media online memiliki momentum dan pemantik yang sama atau saling terkait.
Pemberitaan awal periode pemantauan yakni pada 16 Maret 2021 isu yang muncul adalah soal Presiden Jokowi yang mengatakan tak berminat menjadi Presiden 3 periode, kemudian disambung pernyataan Menteri Dalam Negeri yang saat rapat di DPR mengatakan bahwa Pemilu 2024 tidak dapat ditunda. Saat itu pemberitaan dan perbincangan di Twitter belum terlalu ramai.
Intensitas pemberitaan mulai ramai awal Juni 2021 ketika lembaga survei merilis hasil survei bahwa mayoritas masyarakat tak setuju masa jabatan presiden jadi tiga periode. Saat itu pemberitaan mulai ramai, dalam periode itu pemberitaan tertinggi terjadi pada 22 Juni 2021 dengan 118.
Begitu pula dengan perbincangan di Twitter juga meningkat, terjadi pada 20 Juni 2021 terdapat 5.037 ribu cuitan. Akun Twitter Denny Siregar yang dikenal sebagai pendukung Jokowi jadi pusat perbincangan saat ia mencuit menolak wacana presiden 3 periode.
Berikutnya pada September 2021 wacana itu kembali menyeruak. Namun kembali tenggelam dan mulai melonjak pada akhir Februari 2022 saat Muhaimin Iskandar Ketua Umum PKB mengklaim data yang menyatakan ada lebih dari 100 juta pengguna media sosial dan 60% di antaranya setuju penundaan pemilu. Pemberitaan jadi ramai, begitu pula perbincangan di Twitter yang mempertanyakan klaim itu.
Intensitas isunya makin membesar, tatkala Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga membenarkan klaim dari Muhaimin yang disebutkan berasal dari analisis big data. Puncaknya pada 16 Maret 2022 dalam sehari total ada 7.704 cuitan. Sedangkan untuk puncak pemberitaan terjadi pada 1 Maret 2021 dengan total 268 pemberitaan dalam sehari.
Simak analisis lainnya melalui https://blog.netray.id/ dan analisis mendalam Netray melalui https://medium.com/@netrayID
Editor: Ananditya Paradhi