Djawanews - Agen perjalanan menjadi sektor usaha yang paling terdampak dengan pandemi ini. Butuh strategi mujarab agar roda bisnis bisa berjalan.
Media Singapura, Channel News Asia, Senin 21 Juni memberitakan ada sebuah agen perjalanan di indonesia yang menawarkan 'tur vaksinasi'. Bagaimana ceritanya?
Setelah belum mendapat kesempatan divaksin Covid-19, seorang WNI bernama Muhammad Risqy Putra memesan perjalanan ke Amerika Serikat. Dia berharap bisa mendapatkan vaksinasi di sana pada perjalanan luar negeri pertamanya sejak pandemi.
Negara-negara kaya seperti Amerika Serikat memang gencar melaksanakan vaksinasi massal. Kecepatan mereka pasti unggul dibanding negara-negara berkembang. Tak heran bagi warga berkocek tebal, mereka memilih pergi ke luar negeri untuk mendapatkan suntikan lebih cepat.
"Kebetulan saya belum mendapatkan vaksin di sini, jadi sebaiknya saya pergi jalan-jalan dan mendapatkan vaksin di sana," kata Muhammad Risqy.
Inilah perjalanan dia yang pertama ke Amerika. Dia akan ditemani oleh orang tuanya, yang juga berniat untuk divaksinasi.
ATS Vacations, agen perjalanan yang menawarkan "tur vaksinasi", memperkirakan telah kehilangan 75 persen bisnisnya karena pandemi dan mengatakan perjalanan itu bermanfaat bagi industri dan konsumen.
“Kami membantu yang ingin divaksinasi, tapi kesulitan (mendapat suntikan). Karena ingin bepergian sekaligus, kenapa tidak menggabungkan keduanya,” kata Lilik Budiman, Sales Director ATS Vacations.
Iklan agensi tersebut menandai "kesempatan untuk mendapatkan vaksin gratis" di sebelah foto botol vaksin Johnson & Johnson dalam satu suntikan.
Lebih dari 100 orang sejauh ini telah memesan tur, yang akan berlangsung dari Juni hingga November. Semua tergantung orang yang mendapatkan visa untuk bepergian.
Biaya perjalanan minimal delapan hari dapat berkisar dari US$1.100 hingga US$3.700 tergantung apakah itu tur kelompok atau pribadi. Setiap tur grup dapat menampung hingga 30 orang.
Bagi Dewiana, 33 tahun, yang berencana jalan-jalan bersama suaminya pada akhir September, kesempatan mendapatkan merek vaksin pilihannya menjadi salah satu alasan mengapa ia ingin mencoba ke luar negeri.
“Dari brosur saya mengetahui bahwa vaksin yang akan kita dapatkan adalah Johnson & Johnson,” ujarnya.
Pandu Riono, seorang ahli epidemiologi di Universitas Indonesia, menggambarkan gagasan pergi ke luar negeri untuk mendapatkan vaksin sebagai "umum dan tidak dilarang" bagi mereka yang cukup kaya.
Indonesia bukannya tidak gerak cepat dalam melakukan vaksinasi massal bagi semua warga. Berbagai strategi dan narasi dibagikan supaya tak ada warga yang menolak vaksin. Maklum, hoaks mengenai vaksin begitu massif terjadi.
Data terakhir 21 Juni dari Satgas Covid-19, sudah ada 23.265.773 yang divaksin periode pertama. Dan ada 12.320.386 orang sudah divaksin jilid kedua.