Djawanews.com – Fraksi Parkindo cari eksistensi di PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) lewat konflik internal Banteng VS Celeng.
Konflik Banteng VS Celeng belakangan sangat marak menjadi sorotan, tak luput juga dari perhatian Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul.
Adib mengatakan dengan sedikit menilik sejarah, pada tubuh partai berlambang Banteng sendiri terdapat beberapa partai yang berfungsi dengan PDIP.
Salah satunya adalah Parkindo yang bubar pada 10 Januari 1973 lalu kemudian bergabung dengan PDI Perjuangan.
“Diksi ataupun narasi Celeng Perjuangan ini sebetulnya karena Parkindo itu dulukan melebur ke PDIP,” kata Adib pada Kamis 14 Oktober kemarin.
Jadi lanjutannya diksi Babi atau Celeng yang dipakai tersebut bisa dimaknai sebagai upaya Parkindo cari eksistensi di internal PDIP.
“Jadi saya kira simbol (Celeng) itu kalau dipakai ya lumrah dan memang domain mereka sampai akar rumput,” tekan Adib.
Oleh karenanya menurut Adib, Banteng VS Celeng juga menyiratkan adanya faksi di internal PDIP antara Parkindo dengan faksi Soekarnois. Adib melihat, kemungkinan besar faksi Parkindo di internal PDIP tak ingin melewati momentum yang dianggap tepat saat ini.
“Sebagai momentum untuk mendorong Ganjar Pranowo. Anggapan itu juga tidak berlebihan,” kata Adib.
Jadi Parkindo Cari Eksistensi di PDIP atau Dramaturgi Politik?
Namun terpelas dari itu semua Adib mengatakan bisa saja Banteng VS Celeng tidak lain hanyalah sebagai dramaturgi politik.
Hal tersebut berarti dimana panggung depan dan panggung belakang berbeda atau dengan arti lain di mata publik terlihat bertengkar namun di belakang sangatlah mesra.
“Panggung depan Bambang Pacul (Ketua DPD PDIP Jateng) diciptakan seolah-olah tengah berseteru dengan Ganjar. Namun sebenarnya hanya ingin Ganjar jadi perbincangan,” tandas Adib.
“Ujungnya hanya ingin memainkan popularitas dan elektabilitas,” demikian Adib menegaskan.
Untuk mendapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.