Kisah Cinta Habibi Ainun tidak seperti roman picisan. Kisahnya mampu menginspirasi banyak masyarakat Indonesia. Pesawat yang jadi bukti cinta Habibi ke Ainun terus mengudara di angkasa.
Indonesia kembali berduka. Salah satu putra terbaik Indonesia pulang ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Presiden RI ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie, telah tutup usia. Meski terbaring di pusara, kisah cinta Habibie Ainun tetap mengudara di angkasa Indonesia.
BJ Habibie meninggal pada hari Rabu, (11/09/2019), dalam usianya yang ke-83 pukul 18.05 WIB. Sebelumnya, Habibie memang sempat dirawat oleh Tim Dokter Kepresidenan (TDK) di RSPAD Gatot Soebroto. Namun Tuhan berkehendak lain. Tuhan ingin Habibie pulang dan mendampingi istrinya, Ainun.
Kisah cinta Habibie Ainun yang berkawan dengan detik waktu
Kisah cinta antara BJ Habibie dan istrinya, Hasri Ainun, selalu mampu mengundang haru biru penyimaknya. Kisahnya tak pernah lekang oleh waktu. Pada mulanya adalah waktu. Keduanya telah dipertemukan sejak SMP. Meski telah bertemu sejak SMP, baik Habibie maupun Ainun belum berfirasat. Keduanya sedikit mengenal lebih dekat saat masa SMA.
Berdasarkan buku yang berjudul “Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner”, Habibie dan Ainun berada di satu SMA, yaitu di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kristen Dago Bandung, Jawa Barat. Di sekolah tersebut para guru juga mengakui kecerdasan masing-masing.
Dalam sebuah buku yang berjudul Ainun Habibie: Kenangan Tak Terlupakan di Mata Orang-orang Terdekat, Habibi mengingat masa lalunya. Ia menceritakan bagaimana masa SMA-nya dengan Ainun (disusun oleh A. Makmur Makka, 2012: 1-3).
Gouw Keh Hong adalah guru ilmu pasti. Ia guru yang diam-diam menjodohkan Habibie dan Ainun dalam candanya. Gouw Keh Hong berkata, jika Habibie dan Aninun menikah, anak mereka pasti pintar-pintar. Awalnya Habibie dan Ainun tak begitu menghiraukan candaan itu. Namun ternyata, diam-diam semesta mengamini candaan Gouw Keh Hong.
Perpisahan ternyata ambil bagian dalam kisah cinta Habibie Ainun. Pascalulus dari SMA tahun 1954, Habibie dan Ainun mengambil jalan masing-masing. Habibie melanjutkan studi ke Jerman sedangkan Ainun tetap tinggal di Indonesia, melanjutkan di UI. Dalam beberapa tahun keduanya tak bertukar kabar.
Sampai pada suatu waktu, tepatnya pada tahun 1962, Habibie memutuskan untuk pulang ke Bandung. Di saat yang bersamaan, Ainun mengambil cuti usai sakit tifus. Habibie menempuh program doktoral sambil kerja sambilan di Institut Konstruksi Ringan Aachen. Di saat yang bersamaan pula Ainun menjadi asisten dokter anak di UI.
Tuhan ternyata masih menyimpan kejutan untuk Habibie dan Ainun. Perasaan cinta keduanya dipantik oleh ibu Habibie. Awalnya, tak ada perasaan apapun dari Ainun ke Habibie, begitu pun sebaliknya. Namun sang ibu Habibie sangat ingin menikahkan putra kebanggaanya dengan Ainun.
Dalam diri Habibie, ia hanya ingin segera menyelesaikan studi doktoralnya. Selain itu, pikirannya terganggu karena negeri yang ia cintai tak memiliki kemajuan apapun sejak ia memutuskan untuk pergi. Ambisinya membangun pesawat di Indonesia pupus karena situasi Indonesia tak mendukung untuk itu.
Hasrat Habibie untuk kembali ke Jerman mulai muncul. Namun, hasrat tersebut tersandung nama Ainun. Habibie sempat bertemu dengan kawan masa SMA-nya itu. Dalam pertemuannya, Habibie yang sempat mengejek Ainun dengan sebutan “Gula Jawa” diam-diam menaruh perhatian. Bahkan sebutan Gula Jawa dirasanya tak cocok lagi, dan berganti dengan Gula Pasir.
Kecerdasan Ainun ternyata berhasil menyalakan bara semangat Habibie lagi. Padahal saat itu hasrat Habibie mulai meredup untuk membangun pesawat, membangun Indonesia. Berawal dari kawan diskusi, Habibie dan Ainun bersepakat untuk membangun Indonesia.
Kisah cinta Habibie Ainun baru dimulai. Keduanya sepakat untuk membangun Indonesia dengan kemampuan masing-masing. Habibie ingin membangun bangsa, mencipta lapangan pekerjaan, sedangkan Ainun berbeda. Ia membantu cita-cita calon suaminya kelak dengan menyehatkan masyarakat, agar SDM yang dibutuhkan Habibie terpenuhi.
Kesepakatan Habibie dan Ainun diwujudkan dalam pernikahan. Keduanya menikah pada tanggal 12 Mei 1962 di Bandung. Setelah menikah, sebulan kemudian keduanya terbang ke Jerman. Mereka hidup di sana, di negeri orang demi mencapai cita-cita.
Habibie bekerja sambil menyelesaikan desertasinya, sedangkan Ainun menahan sepi di negeri orang. Hidup di negeri orang memang tak mudah. Mereka hidup dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan. Bahkan Habibie harus berjalan dengan sepatu berlubang, yang lubangnya hanya dijahit saat musim dingin saja. Meski begitu, kegigihan merawat kisah cinta mereka.
Cinta itu keikhlasan. Tak ada paksaan ataupun rasa pelampiasan
Weda S. Atma, seorang penulis biografi dari Yogyakarta, pernah menulis buku yang berjudlu Kisah, Perjuangan, & Inspirasi B.J. Habibie (2017). Dalam bukunya, Weda menyebut bahwa Habibie sempat bekerja di perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg. Perusahaan tersebut adalah Messerschmitt-Bolkow-Blohm.
Saat bekerja, tiba-tiba Habibie didatangi utusan Presiden Soeharto yang memintanya pulang dan meneruskan karier di Indonesia. Permintaan Soeharto dituruti. Setahun kemudian Habibie pulang ke Indonesia dan menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi.
Tidak sampai di situ, Habibie juga dipercaya membangun industri pesawat terbang lokal. Ini yang kemudian jadi cikal bakal IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara), BUMN Indonesia yang berteknologi canggih. Sejak saat itu, Habibie jadi teladan teknologi bagi Indonesia.
Ambisi Habibie membangun Indonesia mulai terlihat. Ia mulai berhasil membangun Indonesia yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan ia berhasil membangun pesawat N250 yang dinamai dengan Gatotkaca. Pesawat BJ Habibie dirancang pada tahun 1989 dan berhasil mengudara pertama kali pada tahun 1995.
Perjuangan Habibie dalam membangun Indonesia tak lepas dari istrinya tercinta, Ainun. Ikatan cinta keduanya—secara pelan namun pasti—berhasil membangun Indonesia. Namun, Tuhan punya rencana lain. Kebahagiaan terbenam, diganti kesedihan.
“Ainun. Saya sangat mencintaimu. Tetapi Allah lebih mencintaimu. Sehingga saya merelakan kamu pergi.”
Pada 22 Mei 2010 Ainun dipanggil Tuhan Yang Maha Esa setelah sempat menjalani perawatan dan operasi di Jerman. Cinta Ainun kepada Habibi memang kuat, namun tubuhnya tak mampu mengimbanginya. Ainun menyerah melawan tumor yang menyerangnya.
“Saya merasa bersalah. Saya bisa membantu orang lain tetapi tidak bisa menolong istri sendiri,” ungkap Habibie saat diwawancarai Rosiana Silalahi di Kompas TV.
Sembilan tahun berselang, cinta BJ Habibie kepada istrinya terus membara. Habibie terus merawat cinta dan ingatan atas istrinya. Kini, kisah cinta Habibie Ainun kembali utuh di pusara. Selamat jalan, Eyang Habibie. Selamat jalan, Presiden Habibie.