Purworejo, (14/01/2020) – Keraton Agung Sejagat baru-baru ini menjadi viral di sosial media. Sekelompok orang yang mengatasnamakan penerus sah dari Kerajaan Majapahit tersebut, keberadaannya malah membuat resah masyarakat.
Berdasarkan foto-foto yang beredar di internet, Keraton Agung Sejagat layaknya sebuah kerajaan, memiliki logo kerajaan, istana, raja, ratu, hingga pengikut setianya. Keraton Agung Sejagat bahkan mengklam jika memiliki anggota mencapai sekitar 450 orang.
Bayar Rp3 Juta, Syarat jadi Anggota Keraton Agung Sejagat
Jika pada umumnya syarat menjadi anggota suatu kerajaan atau negara didasari atas berbagai faktor seperti ras, suku, dan nasib yang berada dalam satu wilayah, untuk menjadi anggota Keraton Agung Sejagat dikenakan biaya.
Tidak tanggung-tanggung, calon anggota kerajaan akan dikenakan biaya sebesar Rp3 juta. Sebagaimana dilansir dari Merdeka.com, uang yang dikeluarkan calon anggota kerajaan tersebut sebagai ganti uang seragam.
Di luar dari uang pendaftaran, para anggota kerajaan akan dikenakan iuran setiap kerajaan mengadakan acara. Sederhana saja, para anggota kerajaan mendapatkan iming-iming uang ganti jika dana dari Bank Dunia cair.
Sosok Dibalik Keraton Agung Sejagat
Kerajaan yang berpusat di Desa Pogung, Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo tersebut, tidak lepas dari sosok Totok Santosa Hadiningrat yang mengklaim dirinya sebagai raja. Berdasarkan penelusuran Djawanews, Totok melakukan modus serupa tidak untuk pertama kalinya.
Totok beberapa tahun yang lalu, adalah inisiator dari Jogja Development Committee atau Jogja-DEC. Meskipun mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan, waktu itu Jogja-DEC sempat membuat resah masyarakat lantaran belum memiliki izin pendirian ormas.
Selain itu, berdasarkan arsip Koran Sindo tahun 2016 juga menyebutkan jika aktifitas Jogja-DEC waktu itu mendapatkan kecaman dari pihak keluarga keraton, lantaran menggunakan Ndalem Pujokusuman digunakan untuk aktifitas yang tidak ada hubungannya dengan Keraton Yogyakarta.
Kerinduan Kejayaan Nusantara di Masa Lampau
Tidak dapat dipungkiri jika kemunculan Keraton Agung Sejagat atau Jogja-DEC memiliki motif yang sama, yaitu ekonomi. Menyasar masyarakat dengan tingkat literasi rendah dan terhimpit perekonomiannya, organisasi semacam itu akan selalu ada dan meraup untung.
Iming-iming harta berlimpah dan juga doktrin akan kejayaan sebuah bangsa di masa lampau, membuat mimpi-mimpi anggotanya semakin bergelora. Bagaimanapun, manusia memiliki sisi hasrat memiliki dan diakui.
Dengan bergabungnya seseorang dalam Keraton Agung Sejagat, mereka merasa dirinya ada, dengan cara diakui sebagai bagian dari kerajaan hebat penerus Majapahit—sesuai dengan doktrin yang mereka terima.
Kemudian, hal tersebut didorong oleh hasrat untuk memiliki sesuatu yang bersifat materialistik, yang memang tidak dapat dipisahkan dalam masyarakat sekarang ini.
Keraton Agung Sejagat dan berbagai perkumpulan serupa, membuktikan jika pemahaman folosifis masyarakat kita tengah krisis—sebagaimana pemaknaan ”ratu adil” yang selalu dimaknai secara fisik dan material.