Djawanews.com – Tak hanya melawan pandemi Covid-19, warga Kabupaten Gunungkidul terpaksa hidup dengan kondisi air bersih yang minim. Hal ini terjadi lantaran saat ini sudah mulai masuk musim kemarau.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul, Eddy Basuki menjelaskan bahwa saat ini warganya sulit mendapatkan akses air bersih. Ada enam kecamatan atau kepanewon yang terpaksa membeli air bersih.
“Laporan yang masuk sudah ada enam kapanewon yang melaporkan wilayahnya terpapar kekeringan,” kata Eddy Basuki kepada wartawan, Rabu (15/7/2020).
Keenam kecamatan tersebut yaitu Girisubo, Rongkop, Semanu, Tepus, Paliyan, dan Saptosari. Kapanewon tersebut memang jadi langganan kekeringan. Untuk saat ini persediaan air bersih sudah mulai habis. Bahkan sumber air bersih juga mulai kering.
“Permintaan dropping air bersih belum ada, kemungkinan masih membeli dari swasta,” kata Eddy.
BPBD Gunungkidul sendiri sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp700 juta untuk mengantisipasi masalah kekeringan. Saat ini BPBD juga sedang melakukan pemetaan dengan relawan yang ada di setiap kapanewon.
Dukuh Bareng, Kalurahan Kemiri, Kepanewonan Tanjungsari, Winarsih menjelaskan bahwa sejak hujan tak turun, wilayahnya memang sulit air. Sumber air mulai kering, sehingga warga terpaksa beli dari pihak swasta dengan harga antara Rp150.000 hingga Rp170.000 per satu tangki berisi 5.000 liter.
Selain membeli, warga juga harus mencari sumber air setiap kekeringan melanda. Jarak yang mereka tempuh untuk mencari air juga sangat jauh di lereng perbukitan.