Djawanews.com – Kasus kebakaran kilang minyak milik PT Pertamina (Persero) yang terjadi secara beruntun diduga ada unsur kesengajaan. Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat ekonomi dan pertambangan Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi.
Fahmi Radhi memaparkan kesengajaan itu dilakukan untuk meningkatkan kuota impor minyak.
“Kebakaran beruntun Kilang Cilacap semakin menguatkan indikasi ada unsur kesengajaan dari pihak tertentu untuk tujuan peningkatan volume impor pasca kebakaran yang menjadi lahan pemburuan rente,” ujar Fahmy dalam keterangannya, Minggu, 14 November.
Fahmy berpendapat kalau kebakaran kilang minyak PT Pertamina yang terjadi dalam beberapa kali mengindikasikan bahwa pihak Pertamina abai terhadap pengamanan kilang. Menurutnya, kebakaran itu tidak hanya meludeskan tangki penyimpanan minyak, tetapi juga mengancam keselamatan warga di sekitar area kilang.
“Mestinya sistem pengamanan kilang Pertamina sudah sesuai dengan standar international. Namun, tetap saja terjadi kebakaran untuk kesekian kalinya,” ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa insiden kebakaran itu akan memperbesar biaya impor bahan bakar minyak nasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor minyak Indonesia tercatat sebanyak 10,57 juta barel sepanjang Januari hingga Juli 2021. Jumlah itu meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 10,33 juta barel.
Dari sisi nilai, impor minyak pada paruh pertama tahun ini telah mencapai 6,18 miliar dolar AS atau meningkat 48 persen dari sebelumnya hanya 4,18 miliar dolar AS pada semester I 2020. Kenaikan nilai impor itu terjadi akibat lonjakan harga minyak dunia.
Selain berdampak terhadap kran impor BBM, insiden itu juga dapat memperburuk kinerja keuangan Pertamina pada 2021. Pertamina harus punya komitmen tinggi dan tidak abai dalam mengamankan seluruh aset penting terutama kilang dan tangki minyak dengan menerapkan sistem keamanan berlapis sesuai dengan standar internasional.
“Sistem pengamanan tersebut harus diaudit secara berkala oleh Kementerian ESDM dan lembaga independen,” katanya.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, kebakaran kilang minyak Cilacap telah terjadi sebanyak dua kali. Pertama, pada 11 Juni 2021, insiden kebakaran di kilang tersebut terjadi sekitar pukul 19.45 WIB. Ketika itu api melahap tangki T39 yang berisi benzena untuk produk dasar petrokimia.
Pada saat terbakar, tangki di area bundwall hanya berisikan sepertiga produk benzena atau sebanyak 1.100 barel dari kapasitas tangki 3.000 barel.
Insiden kebakaran kedua terjadi lima bulan kemudian tepatnya pada Sabtu kemarin, 13 November 2021. Insiden kebakaran terjadi pukul 19.10 WIB menimpa tangki 36 T-102. Tangki itu berisi komponen produk Pertalite sebanyak 31.000 kiloliter.
Namun, sebelum dua kebakaran terjadi di Kilang Cilacap, tangki Kilang Balongan telah lebih dulu mengalami insiden serupa.
Kilang minyak milik Pertamina di Indramayu, Jawa Barat, itu terbakar pukul 00.45 WIB pada Senin (29/03). Petugas membutuhkan waktu dua hari untuk memadamkan api.
Pertamina mencatat nilai kerugian mencapai 400.000 barel karena ada empat tangki yang terbakar di Kilang Balongan, yaitu tangki E, F, G, dan H dari 71 tangki dengan luasan sekitar hampir dua haktare dari total 180 hektare.
Terlepas semua dugaan di atas, hal yang pasti adalah kebakaran kilang minyak Pertamina menyebabkan sejumlah kerugian besar pada negara. Hal tersebut tentu harus segera ditangani, mengingat kondisi ekonomi negara ini sedang kritis.
Untuk mendapatkan warta harian terbaru lainya, ikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.