Tanggapan Moeldoko Hingga Dewan Adat Dayak Terkait Kasus Karhutla.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sepanjang 2019, hingga Senin (29/7/19), kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau, 27.683 hektar, Kalimantan Barat 2.273 hektar, Sumatera Selatan (236 hektar), Kalimantan Selatan (52 hektar), dan Kalimantan Tengah (27 hektar).
Menanggapi hal tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan pemerintah bakal menindak tegas para pelaku yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Moeldoko memastikan pemerintah tidak pandang bulu terhadap individu maupun korporasi.
“Saya sudah berbicara panjang lebar dengan Menteri Kehutanan kami akan melakukan tindakan yang keras. Lebih keras lagi terhadap para pelanggar itu. Apakah itu korporasi, apakah itu perorangan,” tutur Moeldoko.
Menanggulangi kasus karhutla kali ini menurut Moeldoko tidak mudah, lantaran titik api tahun ini lebih banyak dibanding tahun lalu. Butuh kekuatan besar untuk memadamkan titik api yang tersebar di sejumlah wilayah di Pulau Sumatera dan Kaliamantan.
Moeldoko menampik adanya kelengahan pengawasan sehingga kasus karhutla kembali terjadi. Faktor alam disebutnya ikut andil, ditambah ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.
Tanggapan Dewan Adat Dayak Terkait Kasus Karhutla
Seperti yang diketahui, sebagian masyarakat petani di Kalbar, telah mengenal lama metode bercocok tanam dengan cara berpindah-pindah. Salah satu cara yang digunakan untuk mengolah lahannya adalah dengan cara dibakar.
“Metode itu telah menjadi kearifan lokal. Dan telah ada ketentuan yang mengaturnya,” tutur Ketua Bidang Perempuan, Kesehatan dan Anak, dan Penanggulangan Bencana, Dewan Adat Dayak Kalbar, Angeline Fremalco.
Dia menjelaskan, ketentuan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Angeline Fremalco, dalam Undang-undang itu, pembakaran lahan dengan luas lahan maksimal 2 hektare per kepala keluarga untuk ditanami tanaman jenis varietas lokal dengan dikeliling sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api, diperbolehkan.
“Sedangkan petani-petani seperti di Kabupaten Mempawah dan Ketapang yang jadi tersangka itu lahannya di bawah 2 hektar,” ucapnya.
Meski demikian, ia memastikan tetap patuh terhadap proses hukum yang telah dilakukan kepolisian.
Oleh karena itu, Dewan Adat Dayak Kalbar telah berkoordinasi dengan pengurus dewan adat di daerah untuk memberikan bantuan hukum kepada petani yang terjerat kasus hukum karhutla.
Jika pun kemudian ada ketentuan yang dilanggar, seperti misalnya, tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu sebelum membakar, tidak juga sepenuhnya kesalahan peladang.
Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sepertinya belum maksimal dan menyeluruh.
“Artinya harus ada koreksi. Jangan kemudian ketika ada karhutla lalu mencari petani yang membakar. Tapi abai soal edukasi kepada petani” tuturnya.