Djawanews.com – Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) menemukan sejumlah bakal calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Pemilu 2024 melanggar ketentuan pendaftaran. Pelanggaran ini ditemukan di 5 Provinsi.
Koordinator Nasional JPRR Nurlia Dian mengungkapkan pihaknya menemukan mantan narapidana kasus korupsi, serta anggota DPRD Provinsi yang masih menjabat mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD di Provinsi Riau, Bengkulu, NTB dan Maluku Utara.
Kemudian, terdapat juga direktur BUMD di salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang mendaftar sebagai calon anggota DPD. Lalu, terdapat juga anggota DPRD Tingkat II, Ketua Bapilu dan wakil ketua DPW partai di Provinsi Sulawesi Selatan yang mendaftar sebagai calon anggota DPD.
Kini, tahapan pencalonan Anggota DPD dalam proses verifikasi. Dian pun meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat provinsi untuk melakukan proses verifikasi persyaratan bakal calon.
"JPPR ingin mengingatkan kepada penyelenggara khususnya KPU Provinsi agar secara professional melakukan verifikasi terhadap persyaratan calon DPD sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD sebagaimana yang telah diubah menjadi PKPU Nomor 13 tahun 2022, serta putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang memutus bahwa calon anggota DPD bukan merupakan pengurus partai politik," kata Dian dalam keterangannya, Kamis, 12 Januari.
Dian menguraikan, dalam sejumlah aturan tersebut, calon Anggota DPD harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya adalah tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Selain itu, bakal calon Anggota DPD juga harus mengundurkan diri dari jabatannya jika menjabat sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, kepala desa dan perangkat desa, badan permusyawaratan desa, aparatur sipil negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
Kemudian, harus juga mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik tingkat pusat sampai tingkat paling rendah sesuai dengan struktur organisasi partai politik; dan bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Lebih lanjut, memang tidak ada aturan yang melarang anggota DPRD yang masih aktif mendaftar sebagai calon Anggota DPD. Dian membenarkan bahwa tidak semua anggota DPRD merupakan pengurus parpol. Hanya saja, ada kekhawatiran yang bersangkutan memiliki konflik kepentingan atas partainya.
"Anggota DPRD yang mencalonkan sebagai calon anggota DPD berpotensi memiliki konflik kepentingan terhadap peran dan kewenangan DPD jika terpilih nanti karena berafiliasi dengan partai politik," urainya.
"Oleh karena itu, JPPR meminta kepada KPU dan KPU Provinsi serta jajarannya agar melakukan verifikasi dokumen persyaratan pencalonan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan secara tegas, akurat dan akuntabel," lanjutnya.
Selain itu, JPRR juga meminta kepada KPU untuk menafsirkan frasa “badan lainnya yang anggarannya bersumber dari keuangan negara” serta membuat kebijakan untuk mencegah anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota mendaftar sebagai calon anggota DPD karena berpotensi membawa konflik kepentingan.