Djawanews.com – Presiden Joko Widodo menanggapi kritik dari BEM Universitas Indonesia yang menjulukinya sebagai The King of Lip Service dengan santai. Dia mengaku tak masalah dengan kritik, namun mengingatkan tentang budaya tata krama dan sopan santun.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Rocky Gerung mengatakan, kritik yang disampaikan dengan tata krama dan sopan santun itu tidak tepat. Sopan santun, menurutnya, merupakan sebuah kemunafikan dalam politik.
"Saya mau kasih poin, sopan santun itu adalah kemunafikan di dalam politik itu intinya. Jadi nggak perlu ada sopan santun," kata Rocky saat diskusi daring yang digelar Greenpeace, Selasa (29/6/2021).
Rocky menjelaskan, tata krama seharusnya bukan antara kritikus dan yang dikritik, apalagi jika kritik dilontarkan kepada pejabat publik. Seharusnya kritik tidak perlu dipagari tata krama.
Menurutnya, menyampaikan kritik kepada pejabat publik yang dibalut dengan sopan santun maupun tata krama hanya akan menghilangkan makna. Serta dapat menimbulkan manipulasi pesan yang ingin disampaikan.
"Tata krama buat orang yag lebih tua. Kalau kepada pejabat publik nggak boleh ada tata krama, nanti terjadi manupulasi dalam pesan," kata Rocky.
"Tata krama itu antar orang, bukan antara kritikus dengan yang dikritik, ngga ada. Gimana kita mau kritik kalau kita dipasang pagar tata krama. Jadi kritiklah sekeras-kerasnya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Rocky juga menyinggung mengenai gerak tubuh Jokowi saat menyampaikan tanggapannya soal kritik. Dia menilai, gestur Jokowi saat memberikan respon terhadap polemik meme BEM UI memperlihatkan sikap yang tersinggung. Jokowi sengaja memoles ketersinggungannya untuk menahan amarah.
Salah satunya, kata Rocky yaitu menyampaikan kepada publik bahwa kritikan yang menyebutkannya dengan berbagai macam julukan sudah kerap diterima. Namun, kalimat selanjutnya itulah yag menunjukkan kejengkelannya karena dikritik.
"Jadi orang yang tersinggung ini menyampaikan sesuatu tetapi dia musti poles sendiri dengan menahan kemarahan. Kita bisa baca itu di dalam ilmu psikologi, jad tetap presiden jengkel. Karena itu secara bahaw sadar presiden tambahkan predikat iya silahkan kritik. Lalu dia berhenti sejenak (ngomong) tapi ingat. Nah 'tapi ingat' itu adalah ancaman," kata Rocky.
Kalimat singkat 'tapi ingat' yang diucapkan Jokowi, kata Rocky, kemudian diikuti dengan imbauan meskipun Indonesia adalah negara demokrasi, namun budaya sopan santun dan tata krama harus tetap dijaga.
Menurutnya, Jokowi membatasi kualitas kritik dengan menambahkan pernyataan soal tata krama. "Ada tata krama menghadap raja. Itu yang harus kita ingatkan jangan ada tambahkan predikat dalam demokrasi. Demokrasi itu adalah kritik, titik. Tata krama bukan bagian dari demokrasi," tegasnya.
Sebelumnya, Jokowi memberikan tanggapan terkait kritikan BEM UI hingga menyematkan julukan The King of Lip Service kepada orang nomor satu di Inonesia itu. Jokowi mengaku tak keberatan dikritik, sebab selama ini sudah banyak sebutan yang dilatakan padanya, sehingga menjadi hal yang biasa.
Sebelum ada sebutan The King of Lip Service, Jokowi mengaku sudah ada sederet julukan untuknya mulai dari planga plongo, klemar klemer, sampai bebek lumpuh dan bapak bipang. Sehingga, adanya sebutan baru bukan suatu hal yang perlu dibesar-besarkan.
"Ya itu kan sudah sejak lama ya, dulu ada yang bilang saya ini klemar klemer. Ada yang bilang saya itu plonga plongo, kemudian ganti lagi saya ini otoriter, kemudian ada yang ngomong saya ini bebek lumpuh dan baru-baru ini ada yang ngomong saya ini bapak bipang, dan terakhir ada yang menyampaikan saya ini The King of Lip Service," ujar Jokowi dalam tayangan yang disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (29/6/2021).
Menurut Jokowi, kritikan yang dilemparkan oleh BEM UI hanyalah sebatas ekspresi mahasiswa saja. Dia menegaskan, Indoensia sebagai negara demokratis pun terbuka dengan berbagai kritikan.
"Saya kira ini bentuk ekspresi mahasiswa dan ini negara demokrasi. Jadi kritik boleh saja," kata Jokowi.
Meski begitu, matan Gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan adanya budaya tata krama dan sopan santun yang harus ditaati oleh siapapun termasuk oleh para mahasiswa.
Dia mengimbau, disamping menyuarakan kritik, ada baiknya pula mahasiswa dan seluruh masyarakat juga menyurahkan energinya untuk fokus menangani pandemi COVID-19.
"Tapi juga ingat kita ini memiliki budaya tata krama, memiliki budaya kesopan santunan. Ya saya kira biasa saja, mungkin mereka sedang belajar mengekspresikan pendapat, tapi yang saat ini penting kita semuanya memang bersama-sama fokus dalam penanganan COVID-19," kata Jokowi.