Djawanews.com - Dalam surat dakwaan mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Patuju atau Robin, ditulis dengan gamblang bagaimana peran dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Ketua KPK Firli Bahuri pun ditanya kemungkinan politisi Golkar itu jadi tersangka. Begini jawabannya.
"Seseorang menjadi tersangka bukan karena ditetapkan oleh KPK, tidak ada penetapan tersangka. Mohon untuk dipahami bahwa sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang, tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya dan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan cukup patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," kata Firli Minggu, 5 September.
Tugas para penyidiknya kini terus mencari dan mengumpulkan keterangan saksi untuk membuat terang benderang suatu perkara. KPK juga masih mengumpulkan barang bukti untuk mengungkap tersangka baru dalam perkara ini.
"Jadi tugas penyidik KPK bekerja mencari dan mengumpulkan keterangan saksi, barang bukti dan dengan bukti-bukti tersebut membuat terangnya suatu peristiwa pidana guna menemukan tersangkanya," kata Firli.
Firli sadar kalau banyak masyarakat yang ingin KPK bisa cepat menyelesaikan sebuah kasus. Apalagi kalau kasus itu menyeret nama-nama besar dan menjadi perhatian publik.
"Kami memahami keinginan masyarakat untuk pemberantasan korupsi dan karenanya KPK terus bekerja untuk mengumpulkan keterangan dan bukti bukti. Tolong berikan waktu untuk kami bekerja, nanti pada saatnya KPK pasti memberikan penjelasan secara utuh," jelas Firli.
"KPK bekerja dengan berpedoman kepada azas-azas pelaksanaan tugas KPK di antaranya menjunjung tinggi kepastian hukum, keadilan, kepentingan umum, transparan, akuntabel, proporsionalitas, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kami masih terus bekerja, pada saatnya kami akan memberikan penjelasan kepada publik," imbuhnya.
Stepanus Robin Pattuju ternyata telah menerima pemberian uang dari berbagai pihak. Jumlahnya pun terbilang fantastis mencapai Rp11 miliar.
"Menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp11.025.077.000,00 dan USD36.000," demikian dikutip dari SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam melakukan aksinya, Stepanus dibantu dengan pengacara Maskur Husain. Keduanya bekerja sama menjadi makelar kasus sejak Juli 2020 hingga April tahun ini. Penerimaan uang yang dilakukan keduanya terjadi di sejumlah tempat dan berkaitan dengan sejumlah kasus.
Pertama, masih dari laman SIPP, uang suap diterima Stepanus diduga berasal dari kasus jual beli jabatan di Tanjungbalai. Uang tersebut diberikan Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial dengan nilai mencapai Rp1,695 miliar.
Berikutnya, Stepanus diduga menerima uang dari Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan pihak swasta bernama Aliza Gunadi. Kedua orang itu memberi uang sebesar Rp3,09 miliar dan 36 ribu dolar Amerika Serikat.
Ketiga, dia diduga menerima uang sebesar Rp507,39 juta dari Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna. Uang ini berkaitan dengan kasus penerimaan gratifikasi Rumah Sakit Bunda di Cimahi, Jawa Barat.
Keempat, Stepanus diduga menerima uang dari Direktur Utama PT Tenjo Jaya Usman Effendi sebesar Rp525 juta.
Terakhir, ia diduga menerima uang sebesar Rp5,17 miliar dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasar yang terjerat kasus gratifikasi dan pencucian uang di KPK.