Djawanews.com – Banyak yang sering keliru memahami perfeksionis dan gangguan obsesif kompulsif, salah satunya Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Keduanya memiliki kondisi yang berbeda, tetapi tetap membutuhkan diagnosa klinis untuk menilai seseorang mengalaminya.
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan mental yang ditandai dengan pikiran atau obsesi yang berulang dan atau perilaku yang berulang (kompulsi). Dilansir PsychCenter, seseorang dengan OCD misalnya terobesei dan khawatir tentang kuman. Sehingga orang tersebut sering mencuci tangan dan membersihkan. Obsesi menciptakan kecemasan dan perilaku kompulsif yang berulang bisa membuat sesuatunya lebih buruk.
Kondisi mental ini menyebabkan banyak waktu habis sehingga tidak bisa menikmati dan menjalani kehidupan produktif. Perilaku kompulsif seseorang dengan OCD akan berbeda-beda, misalnya memeriksa kunci pintu lima kali sebelum meninggalkan rumah, menginginkan hal-hal yang simetris dan tepat.
Perilaku yang terakhir, keinginan pada hal simetris dan tepat, paling umum di OCD. Tujuannya bukan untuk mendapatkan sesuatu yang sempurna, tetapi perilaku berulang yang dilakukan secara kompulsif dalam upaya mengurangi pikiran obsesif.
Berbeda dengan perfeksionis, istilah ini mencakup luasnya karakteristik dan bukan gangguan mental yang bisa didiagnosis. Artinya, tidak ada kriteria klinis yang pasti pada perfeksionis. Hanya saja, orang dengan sifat perfeksionis cenderung memiliki standar yang sangat tinggi untuk diri mereka sendiri dan orang lain.
Perfeksionis mendambakan keteraturan dan predikbilitas. Mereka ingin semuanya menjadi benar, jika tidak mereka akan merasa cemas, stres, dan tegang. Mereka yang perfeksionis terpaku pada sesuatu secara detail, kesempurnaan, mengulang pekerjaan dengan cara kompulsif atau berulang-ulang.
Orang dengan sifat perfeksionis juga bisa menuntut dan kritis terhadap orang lain. Perfeksionisme juga bisa didorong oleh ketakutan tidak menyenangkan orang lain, ditolak, dikritik, dan merasa dirinya tidak cukup baik.
Beberapa orang dengan OCD mengidentifikasi diri mereka sendiri sebagai perfeksionis. Karena mereka memiliki obsesi dan kompulsi tentang kerapian serta ketertiban. Namun, menurut Sharon Martin, LCSW, self-diagnosis kerap sekali salah. Kebanyakan orang perfeksionis tidak secara klinis didiagnosa OCD.
Tambah Martin, perfeksionisme lebih banyak kesamaan dengan obsessive compulsive personality disorder (OCDP) dibanding dengan OCD. OCDP merupakan gangguan kepribadian yang termasuk kategori lain dari gangguan mental. Martin menyarankan untuk tidak mendiagnosis diri sendiri sebab perlu kriteria dan pengetahuan klinis untuk mendapatkan solusi dari masalah gangguan mental maupun kepribadian.