Dilansir dari blog.netray.id: Aktivitas manusia menghasilkan berbagai jenis sampah yang kini menjadi persoalan serius yang harus dihadapi bersama. Produksi massal berbagai kebutuhan yang tidak berkelanjutan menyebabkan kondisi lingkungan semakin mengkhawatirkan. Akibatnya, krisis iklim pun tidak dapat terelakkan dan mengancam kehidupan manusia di masa mendatang.
Di tengah krisis iklim yang semakin mengkhawatirkan pemerintah mewajibkan produsen melaporkan rencana pengurangan timbunan sampah berupa barang, kemasan produk, dan wadah yang diproduksi atau digunakan pada usahanya untuk 10 tahun ke depan. Tujuannya adalah untuk demi mencapai target penurunan sampah oleh produsen sebesar 30%. Hal tersebut dilakukan demi mewujudkan komitmen pemerintah dalam hal pengurangan sampah plastik di Indonesia. Namun tanpa disadari sumber emisi karbon terbesar justru bukan hanya berasal dari plastik. Berikut data yang diperoleh Netray.
Melalui data yang diperoleh dari laman sipsn.menlhk.go.id tampak persentase terbesar komposisi sampah berdasarkan jenis pada tahun 2021 dihasilkan oleh sampah sisa makanan. Tak main-main persentasenya mencapai 39.52% berada jauh di atas sampah plastik dengan persentase sebesar 17.79%.
Dikutip melalui laman theconversation.com Ttren emisi gas rumah kaca dari sektor limbah, termasuk di antaranya sampah sisa makanan memang kian mengkhawatirkan. Pasalnya, selama rentang Ttahun 2010-2019 angkanya kian meningkat hingga 65% dari sekitar 87,6 ribu ke 134,1 ribu gigagram setara CO2/GgCO2e (sekitar 87,6 ke 134,1 megaton setara CO2/MtCO2e).
Menyikapi persoalan tersebut, melalui janji iklim dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang diperbarui, Indonesia berupaya menurunkan emisi sektor limbah sebesar 0,38% atau 11 MtCO2e tanpa bantuan internasional dari proyeksi emisi mulai dari tahun 2010. Dalam skenario adanya bantuan, target penurunan emisi sektor ini sebesar 1,4% atau 40 MtCO2e.
Sisa Makanan Menjadi Jenis Sampah yang Paling Banyak Dihasilkan
Tanpa disadari limbah sisa makanan memang menjadi persoalan yang lebih pelik. Terlebih, tidak semua orang menyadari bahwa sisa dari makanan mereka yang terbuang dapat menyumbang emisi gas rumah kaca. Bahkan dalam menangani persoalan ini komitmen pemerintah belum tampak serius. Padahal sebagaimana tampak pada data di atas limbah sisa makanan memiliki komposisi tertinggi dari seluruh jenis limbah yang ada di Indonesia, termasuk plastik, kertas, dan kayu. Bahkan limbah sisa makanan mengandung karbon yang lebih besar dibanding dengan kertas. Artinya limbah ini lebih cepat membentuk gas metana sebagai emisi yang 25 kali lebih buruk dibanding karbon dioksida.
Lalu untuk dapat menghadapai persoalan ini tentu dibutuhkan regulasi dari pemerintah yang dapat menertibkan masyarakat dalam mengelola sampah. Pemerintah perlu membuat aturan untuk mengurai persoalan ini sebagai bentuk keseriusan dalam mitigasi perubahan iklim. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Pengelolaan Sampah yang mewajibkan setiap orang untuk memilah sampah sesuai dengan jenisnya.
Tak cukup hanya dipilah namun setiap orang juga diwajibkan untuk melakukan pengolahan dengan membuat kompos dari sampah yang dihasilkannya. Pemerintah juga wajib menerbitkan aturan teknis berkaitan dengan hal ini, seperti tidak diperbolehkannnya membuang sampah sisa makanan di TPA. Sehingga masyarakat akan berupaya untuk mengelola sampah miliknya sendiri dengan melakukan pengomposan.
Meski telah menerbitkan berbagai regulasi harus diakui bahwa sistem pengelolaan sampah di Indonesia memang masih jauh dari kata ideal. Seperti halnya rencana pemanfaatan gas metana sebagai pembangkit listrik ataupun kompor untuk rumah tangga masih belum terealisasi dengan baik. Meski demikian, masyarakat diharapkan memiliki kesadaran untuk dapat mengelola sampah yang mereka hasilkan dengan baik.
Melalui beberapa tweetan di atas tampak sebagian warganet mulai sadar akan bahaya limbah sisa makanan. Kesadaran tersebut pun membuat mereka mencoba mengingatkan warganet lainnya untuk tidak menghasilkan sisa makanan. Limbah sisa makanan memang sangat terdengar begitu sepele hingga tidak semua orang sadar akan sisa dari apa yang mereka konsumsi dapat menyebabkan krisis iklim yang membahayakan. Namun saat ini, setiap orang hendaknya sadar akan perilaku mereka dan dampaknya pada alam.
Tentu hal ini tidak dapat terwujud tanpa adanya upaya yang tegas dari pemerintah untuk fokus terhadap pengelolaan limbah sisa makanan ini. Dengan adanya komitmen pemerintah untuk mengurangi limbah sisa makanan tentu emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dapat berkurang. Hal ini tentu membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat memiliki peran yang besar untuk merawat lingkungan.
Simak informasi terkini lainnya melalui https://blog.netray.id/