Djawanews.com – Pemerintah Indonesia perlu waspada akan konspirasi AS (Amerika Serikat) dalam melakukan riset untuk menularkan wabah penyakit melalui teknologi senjata biologis.
Pasalnya, bukan tidak mungkin bahwa konspirasi ini adalah bagian dari politik invasi, strategi bisnis vaksin, dan depopulasi penduduk dunia untuk dikuasai elit dunia agar mudah dikontrol sesuai dengan kemauan elit tersebut. Cara terampuh yang tidak mudah terdeteksi adalah dengan pengiriman senjata biologis untuk melumpuhkan kesehatan warga negara tujuan.
Ketika banyak warganya yang menderita penyakit dan berakibat banyaknya kasus kematian, maka negara tersebut akan fokus pada penanganan kesehatan, sehigga dana untuk pembangunan nasional dan peningkatan perekonomian dialihkan untuk penanganan kesehatan. Hal ini menjadi penyebab lumpuhnya perekonomian nasional dan meningkatnya hutang luar negeri untuk menangani kasus ini.
Berkaitan dengan COVID-19, ini tak lepas dari konspirasi AS. Pusat Keterlibatan Global menyebutkan bahwa AS menyebarkan konspirasi soal pandemi virus Corona dimana virus Corona yang pertama terdeteksi di China pada akhir tahun 2019. Namun, pada faktanya sebelum virus Corona diketahui, pihak AS sudah mulai mengembangkan COVID-19 di Ukraina.
Bahkan, menurut laporan dari Rusia terungkap bahwa AS turut terlibat dalam penyebaran COVID-19 di dunia dengan AS mendukung Ukraina memiliki laboratorium senjata biologis. Sementara itu, duta besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menegaskan bahwa Ukraina telah mengoperasikan laboratorium senjata biologi dengan dukungan Pentagon, Departemen Pertahanan AS. Berdasarkan perjanjian AS pada 2005, Pentagon telah membantu sejumlah laboratorium kesehatan publik di Ukraina.
Dengan teknologi penelitian dan dukungan bagi peningkatan keamanan terhadap penyakit berbahaya. Bukan hanya itu, The Expose meberitakan bahwa dibalik meluasnya kasus COVID-19, Rusia berhasil membongkar bukti baru bahwa Departemen Pertahanan AS mendapatkan kontrak untuk melakukan penelitian COVID-19 di Ukraina 3 bulan sebelum COVID-19 diketahui.
Ini artinya, pelonggaran kebijakan terhadap wabah COVID-19 adalah bagian dari konspirasi AS dalam pengiriman senjata biologis untuk melancarkan invasinya menguasai dunia.
Menanggapi banyaknya laporan yang mengarah pada AS sebagai dalang di balik wabah COVID-19, maka AS membuat strategi baru di tahun 2021 untuk mengelak dari tuduhan-tuduhan tersebut. Pada 13 Mei 2021, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengumumkan pencabutan aturan memakai masker bagi warga yang sudah mendapatkan vaksin COVID-19.
Rochelle Walensky selaku Direktur CDC, menyatakan bahwa siapapun yang telah mendapatkan vaksin lengkap (dua dosis) dapat berkegiatan di dalam dan luar ruangan tanpa memakai masker atau menjaga jarak fisik. Kebijakan AS akan pembebasan masker ini secara otomatis dengan segera diikuti oleh beberapa negara yang mendukung gerakan AS seperti Denmark, Yunani, Perancis, Spanyol, Korea Selatan, Inslandia, Italia, dan lain sebagainya.
Perlu diketahui bahwa jumlah warga AS yang terjangkit virus Corona sampai tahun 2021 hampir dua kali lipat dari jumlah yang terinfeksi di India (11 juta) dan Brasil (10,1 juta). Lebih dari 28,1 juta warga AS yang telah terinfeksi virus corona yang memecahkan rekor global yang dicapai negara itu.
Konspirasi AS Bebaskan Warga Tak Pakai Masker, Korban Jiwa Berjatuhan
Bagaimana mungkin AS dengan gampang melakukan kebijakan pembebasan penggunaan masker di tengah wabah COVID-19 yang mewabah di negaranya dan memakan banyak korban. Sejak awal tahun 2022, AS sudah mencabut aturan pembatasan terhadap COVID-19. Pencabutan ini mengakibatkan jumlah korban tewas AS di tengah COVID-19 mencapai jutaan jiwa.
Sikap pemerintah AS yang tidak peduli terhadap kematian warganya ini perlu dikecam oleh bangsa-bangsa lain di dunia, bukan justru mengikuti langkahnya dengan mencabut aturan pembatasan terhadap COVID-19. Tidak sepantasnya pemerintah suatu negara apatis dan tidak berkemanusiaan terhadap kesehatan warganya, sudah seyogianya pemerintah menjaga kesehatan nasional dan memikirkan kesejahteraan warganya dari ancaman global.
Jika pemerintah suatu negara tidak peduli kesehatan warganya, perlu dipikirkan dan dianalisa lebih mendalam lagi alasan kuat pemerintah melakukan itu. Apakah ini bagian dari strategi depopulasi dari AS? Banyak kemungkinan bisa saja terjadi termasuk strategi depopulasi penduduk dunia dimulai dari warga negaranya sendiri.
Menyikapi kebijakan pemerintah AS yang mencabut aturan pembatasan terhadap COVID-19, baru-baru ini Indonesia dihebohkan dengan pernyatan Presiden Jokowi yang memberikan pembebasan penggunaan masker dan mencabut aturan pembatasan terhadap COVID-19.
Presiden Jokowi mengizinkan masyarakat tidak menggunakan masker ketika sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang. Namun, pelonggaran copot masker itu tidak berlaku bagi masyarakat kategori rentan seperti lansia atau memiliki penyakit komorbid. Bagi masyarakat yang mengalami gejala batuk dan pilek juga tetap harus menggunakan masker ketika melakukan aktivitas.
Pelonggaran kebijakan pembatasan terhadap COVID-19 mungkin berdampak pada kematian jutaan warganya. Ini justru mengikuti jejak AS, sungguh sangat dikhawatirkan sebab ini adalah bagian dari konspirasi AS dalam depopulasi penduduk dunia agar mudah dikendalikan sesuai keinginannya.
Pemerintah Indonesia juga perlu waspada karena selain wabah COVID-19 yang belum benar-benar pulih dan teratasi, pemerintah juga perlu antisipasi terhadap adanya virus adenovirus penyebab penyakit hepatitis di Indonesia yang baru saja tersebar saat ini. Data dari Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa ada 14 kasus yang diduga hepatitis akut di Indonesia. Mayoritas kasus ini dialami anak di bawah 5 tahun. Ada yang memberitakan bahawa mungkin ada kaitan antara virus Corona dan Hepatitis Akut Misterius. Jadi pada waktu ini, meskipun pelonggaran penggunaan masker sudah diizinkan tetapi kita tetap jaga protokol kesehatan secara baik-baik.
Pemerintah Indonesia seyogianya tidak mengikuti jejak AS yang mencabut aturan pembatasan terhadap COVID-19 dan lebih preventif akan pencegahan penyebaran penularan penyakit hepatitis akut di Indonesia dengan tetap melanjutkan aturan pembatasan terhadap COVID-19. Dengan menjaga jarak, menjaga kebersihan dan kesterilan maka peluang penularan virus dapat diminimalisir.
Pulihnya kesehatan Warga Negara Indonesia (WNI) juga berdampak pada pulihnya perekonomian dan pembangunan nasional. Belajar dari dampak COVID-19 yang melumpuhkan beberapa sektor perekonomian, pariwisata, pembangunan nasional, dan pendidikan.
Kita sudah sepantasnya waspada agar penyebaran penyakit hepatitis tidak meluas dengan tetap melanjutkan aturan pembatasan terhadap COVID-19. Bangsa yang sehat akan menghantarkan pada Indonesia yang kuat. Kesehatan adalah kunci utama untuk mencapai keamanan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa. Jadi apakah Anda percaya dengan teori konspirasi AS ini?
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.