Djawanews.com – MPR meminta Presiden Jokowi untuk memecat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Alasannya karena minimnya anggaran MPR RI, padahal saat ini MPR memiliki 10 orang pimpinan. Sementara saat MPR masih 5 pimpinan belum pernah ada pemangkasan.
Analis ekonomi dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) Gede Sandra memberikan alasan lain. Ia mengamati penerimaan pajak di era Sri Mulyani terus merosot. Tax ratio atau rasio penerimaan pajak dibandingkan output ekonomi (PDB), di bawah Sri Mulyani bahkan anjlok hingga di bawah 10 persen selama beberapa tahun terakhir.
“Padahal standar negara maju di Asia saja tax ratio nya sekitar 20-an persen. Lebih jauh tertinggal lagi bila dibandingkan dengan negara Eropa yang rata-rata tax ratio 30-an persen,” tegasnya kepada wartawan, Rabu, 1 Desember.
Gede Sandra juga menilai bahwa di era Sri Mulyani, utang Indonesia terus membengkak dengan bunga yang tinggi. Sementara alasan pemerintah untuk terus menarik utang didasarkan pada penerimaan pajak yang rendah.
Padahal, sambungnya, penerimaan pajak rendah terjadi karena kinerja Sri Mulyani juga. Artinya bila Sri Mulyani terus menjabat, dipastikan pemerintah akan terus menarik utang dengan bunga yang tinggi.
“Saking tingginya bunga utang Indonesia (hingga 7 persen), besarnya sampai 2 hingga 3 persen di atas negara-negara peers di ASEAN seperti Filipina dan Vietnam,” urainya.
Gede Sandra mengingatkan, anggaran APBN untuk sektor lain yang menurut SMI kurang penting terpaksa dipotong jika cicilan bunga utang semakin tinggi dari tahun ke tahun (tahun 2022 Rp 400 triliun).
Salah satu yang terkena imbasnya adalah anggaran kegiatan MPR. Hal ini yang kemudian membuat pimpinan MPR meluapkan amarah.
“Jadi selama berada di bawah SMI Indonesia akan terus berada di "lingkaran setan" ini: penerimaan pajak rendah dan utang membengkak dengan bunga tinggi,” tegasnya.
Menurut Gede Sandra, Presiden Jokowi harus segera mencari Menteri Keuangan baru yang sanggup meningkatkan penerimaan pajak, sehingga mengurangi beban utang.
“Kalaupun masih harus berutang, maka harus dilakukan dengan bunga yang lebih rendah 2 hingga 3 persen dari bunga saat ini,” pungkasnya.