Djawanews.com – Wacana penyederhanaan nilai rupiah atau istilahnya redenominasi kembali digulirkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Wacana ini akan menyederhanakan nilai mata uang rupiah menjadi lebih kecil, sedangkan nilai tukarnya tetap sama.
Wacana ini bahkan sudah masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024. Di dalam PM ini setidaknya ada 19 Rancangan Undang-Undang (RUU) dan semuanya sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional Jangka Menengah Tahun 2020-2024.
Berdasarkan PMK tersebut, ada dua urgensi dari redenominasi ini. Pertama, pemerintah ingin memunculkan efisiensi ekonomi yang berupa percepatan waktu transaksi, mengurangi risiko human eror, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananya jumlah digit Rupiah.
Sedangkan urgensi kedua, pemerintah ingin menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi, dan pelaporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan berkurangnya jumlah digit rupiah maka penyederhanaan tersebut akan tercapai.
“Menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknya jumlah digit rupiah,” demikian sebagian isi dari PMK tersebut.
Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan nominal nilai rupiah, misalnya, dari Rp1.000 menjadi Rp1, dari Rp2.000 jadi Rp2, dan seterusnya.
Unit tugas yang menjadi penanggungjawab wacana ini adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu. Beberapa pihak lain yang terkait yakni Sekretariat Jenderal (Setjen) Kemenkeu, dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF). RUU penyederhanaan nilai rupiah ditargetkan selesai periode 2021 hingga 2024 mendatang.