Twitter dan Facebook jadi platform media sosial terbesar yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Besarnya pengguna Twitter bahkan mampu menempatkan Indonesia dalam peringkat ke-5 pengguna terbanyak di dunia. Sedangkan posisi 1 hingga 4 ditempati oleh USA, Brazil, Jepang, dan Inggris. Populernya Twitter di Indonesia membuat media sosial berlambang burung biru ini sebagai platform yang efektif untuk beriklan, termasuk iklan politik.
Dilansir dari kominfo.go.id, pengguna Twitter menurut PT Bakrie Telecom Indonesia adalah sebanyak 19,5 juta pengguna dari total 500 juta pengguna global. Sama banyaknya dengan Facebook, Indonesia memiliki 65 juta pengguna Facebook aktif. Sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya. Dalam satu bulan, ada sebanyak 55 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile dalam pengaksesannya. Sedangkan perhari ada sekitar 28 juta pengguna aktif yang memakai perangkat mobile.
Iklan Politik Akan Disetop
Meski kerap menjadi media iklan politik, mulai bulan November 2019 Twitter akan menghentikan bentuk iklan tersebut di platform mereka. Hal ini disampaikan langsung oleh CEO Twitter Jack Dorsey. Seperti yang dilansir dari Reuters, Rabu (30/10/2019), Jack Dorsey mengatakan bahwa pelarangan iklan politik di Twitter tidak hanya dilakukan di beberapa wilayah, namun di seluruh dunia.
“Kami membuat keputusan untuk menyetop semua iklan politik di Twitter secara global,” ujar Jack Dorsey. “Kami percaya jangkauan pesan politik harus diraih bukan dibeli.”
Di Indonesia, beberapa waktu terakhir sempat dihebohkan dengan kehadiran buzzer politik yang ada di beberapa media sosial, termasuk Twitter dan Facebook. Buzzer dimanfaatkan untuk mengubah persepsi masyarakat demi kepentingan politik. Selain itu, perusahaan media sosial juga dituntut untuk memerangi hoax yang sengaja disebar melalui platform buatan mereka.
Permasalahan tersebut membuat Twitter dan Facebook mendapat tekanan dari berbagai pihak. Kedua platform media sosial itu dituntut untuk berperan aktif dalam penghentian peredaran iklan berisi informasi palsu yang dapat mempengaruhi pemilihan umum.
Terlebih lagi, Facebook sebelumnya juga mendapat masalah karena propaganda Rusia di platformnya. Dampak dari propaganda yang disebarkan di Facebook diketahui mampu mempengaruhi hasil pemilihan presiden AS 2016. Facebook dituding tidak melakukan pengecekan fakta bahwa iklan yang ditayangkan di platform mereka dibuat oleh politisi.
Langkah Twitter untuk tidak menampilkan iklan politik juga disambut oleh Partai Demokrat AS yang saat ini memang tengah bersaing dengan Partai Republik untuk Pemilu Presiden AS 2020.
“Kami menghargai Twitter yang menyadari bahwa perlu ada izin untuk sesuatu yang belum terbukti, seperti banyak iklan dari kampanye Trump, yang banyak ditemukan di platform tersebut,” ujar Bill Russo, juru bicara kampanye kandidat calon presiden Partai Demokrat Joe Biden.
Di sisi lain, keputusan Twitter untuk memblokir iklan politik sangat disayangkan oleh beberapa pihak, termasuk Tim Kampanye Donald Trump. Brad Parscale, wakil kampanye Trump mengungkapkan keputusan Twitter adalah upaya untuk membungkam kaum konservatif dan keputusan yang bodoh.