Jakarta (7/01/2020)—Hari ini Hakim Konstitusi Republik Indonesia I Dewa Gede Palguna menutup masa jabatannya sebagai Hakim Konstitusi Periode 2015-2020. Dengan demikian Hakim Palguna telah genap menjabat sebagai Hakim Konstitusi selama dua priode setelah sebelumnya mengemban jabatan yang sama priode 2003-2008.
Hakim Palguna mulai menjadi sorotan publik sejak sidang sengketa hasil Pilpres 2019 pada bulan Juni tahun lalu. Palguna menjadi satu dari Sembilan hakim yang memimpin jalannya sidang.
Siapa sebenarnya sosok hakim yang dikenal tegas dan kharismatik di setiap persidangan ini?
Jiwa Seni dalam Diri Palguna
Siapa yang sangka sosok tegas dan karismatik seperti Palguna memiliki jiwa seni yang tinggi. Hakim yang pernah menjadi mahasiswa teladan Universitas Udayana di tahun 1983 ini ternyata aktif di bidang kesenian sejak menjadi mahasiswa semester 1.
Jiwa seni seorang Palguna mulai tumbuh ketika keterbatasan ekonomi keluarga membuatnya harus menjadi penjual koran dan majalah. Ia rajin membaca majalah musik yang dijualnya. Berawal dari sinilah Palguna pada masa-masa selanjutnya terus melibatkan diri dalam dunia seni.
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (mkri.id), Palguna aktif di seni peran. Ia menjadi anggota Teather Justisia di kampusnya dan pada tahun 1988 terpilih menjadi pemain figuran dalam film Noesa Penida. Palguna muda juga berkesempatan menjadi salah satu pemain figuran film asing berjudul Beyond The Ocean.
Palguna juga pernah aktif dalam Teater Sanggar Putih Denpasar dan menjadi penyiar radio Hot FM Bali bahkan saat sudah menjadi dosen dan berhenti karena mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Padjajaran.
Jiwa seni yang sudah terpatri dalam diri Palguna itu juga terlihat jelas dari tokoh yang diidolakannya di bidang hukum yaitu Jed Rubenfeld (1998). Rubenfeld dari Yale University tidak hanya dikenal karena kepakarannya di bidang hukum tetapi juga karena ia seorang novelis.
Palguna: Lebih Memilih Akademik daripada Jabatan
Palguna dikenal sangat cinta dunia akademik dibandingkan yang lainnya. Hal ini terlihat pertama kali, setelah menamatkan program sarjana Fakultas Hukum Universitas Udayana ia lebih memilih menjadi dosen ketika ditawari menjadi diplomat.
Palguna sangat menekuni bidang akademik. Ketekunan dan produktifitasnya dalam menulis kemudian mengantarkan Palguna menjadi anggota MPR RI Periode 1999- 2004 sebagai utusan daerah.
Ketekunannya dalam menulis itu juga terlihat ketika di tengah-tengah kesibukannya menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi, ia masih bisa menyelesaikan beberapa buku. Terakhir pada tanggal 28 Agustus 2019 dalam rangka memperingati 16 tahun Mahkamah Konstitusi, 3 dari 26 buku yang diluncurkan ditulis oleh Palguna.
Tiga buku yang ditulisnya yaitu Welfare State vs Globalisasi (2019), Hukum Internasional, Aspek-Aspek Teroritik dan Penerapannya (2019), dan Hukum Internasional Ruang Angkasa, Kajian Pemanfaatan Untuk Maksud-maksud damai (2019).
Palguna lebih memilih melanjutkan kuliah daripada mencalonkan diri kembali sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi. Hal ini seperti dikatakannya yang dikutip oleh mkri.id, “Waktu itu saya dirayu oleh banyak orang, termasuk oleh Pak Ketua (Jimly) agar saya mau melanjutkan ke periode kedua. Saya bilang, alasan saya kuat, yaitu mau menyelesaikan studi S3 saya. Gak mungkin saya merangkap karena sangat melelahkan.”
Dilansir dari Kumparan.com, Palguna menganggap dunia akademik sebagai habitatnya, “Saya selalu mengatakan kalau saya selesai menjabat sebagai hakim di MK, saya rasa saya bisa merdeka. Karena dengan begitu saya bisa kembali ke habitat saya yang sebenarnya yakni menjadi guru yang punya kenikmatan yang sangat sulit dijelaskan,” jelasnya.
Berdasarkan paparan di atas bisa disimpulkan bahwa setelah menutup masa jabatannya hari ini, karir akademik menjadi seorang dosen akan menjadi karir selanjutnya bagi mantan Hakim Mahkamah Konstitusi yang pernah menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama itu.