Ijtimak Ulama IV enggan dikaitkan dengan Manuver Politik Prabowo Subianto.
Gerakan Nasional Pengawal Fatwa atau GNPF menggelar Ijtimak Ulama IV guna menyikapi situasi pasca Pemilu 2019 di Hotel Lorin, Sentul Bogor, Senin (5/7/2019). Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah pendukung Prabowo Subianto dan Sandi Uno di Pilpres 2019 yakni Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan Front Pembela Islam (FPI).
Gelaran Ijtima Ulama keempat tersebut dibuka langsung oleh Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab langsung dari Makkah melalui kanal Front TV di Youtube. Dalam sambutannya, Rizieq menyampaikan, Ijtimak Ulama harus menjunjung tinggi syariat yang mengusung semangat keadilan serta kemanusiaan, dan bukan bebicara politik praktis.
“Setiap kezaliman dan ketidakadilan, segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi sebelum Pilpres 2019 hingga setelah Pilpres sudah seharusnya mendapat perhatian khusus dalam Ijtimak Ulama IV,” terang Rizieq.
Ijtimak Ulama IV bahas Penghianatan Pilpres 2019?
Ketuas GNPF Ulama Yusuf Muhammad Martak mengatakan Ijtimak Ulama IV akan membahas beberapa hal terkait kondisi politik pasca Pilpres 2019. Salah satunya adalah terkait penghianatan Pilpres yang tidak disenangi oleh masyatakat muslim.
“Terutama pada hal-hal yang tidak disukai atau pelanggaran-pelanggaran, kecurangan-kecurangan atau penghianatan dalam pemilu yang telah berlalu. Kita kembalikan pada musyawarah pada Ijtimak Ulama,” terang Martak di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Senin (5/8/2019).
Martak menyebut maksud dari penghianatan Pilpres tidak berkaitan dengan rekonsiliasi Prabowo Subianto dengan Jokowi di Stasiun MRT Lebak Bulus pada 13 Juli 2019 lalu.
Akan tetapi maksud dari penghianatan Pilpres yang diungkapkan Martak merupakan kecurangan-kecurangan yang terjadi selama Pilpres 2019. Adapun martak menepis tanggapan jika Ijtimak Ulama keempat diadakan karena langkah politik Prabowo.
“Karena permasalahan pemilu bagi kami sudah selesai dengan adanya putusan dari MK (Mahkamah Konstitusi). soal yang menerima atau yang tidak menerima, puas atau tidak puas, semuanya dikembalikan kepada rakyat,” kata Martak.
Sebagai informasi, Ijtimak Ulama pertama kali digelar pada 27 hingga 29 Juli 2018 di Hotel Menara Peninsula Jakarta. Dalam gelaran tersebut nama Prabowo Subianto dimunculkan sebagai calon presiden tunggal dengan dua opsi calon wakil presiden antara lain Ketua Majelis Syuro PKS Habib Salim Segaf Al Jufri dan ustaz Abdul Somad.
Akan tetapi, dalam perjalanannya, Prabowo justru memilih Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2019.
Akibat dari langkah politik yang ditempuh Prabowo tersebut membuat GNPF menggelar Ijtima Ulama kedua pada 16 September di Hotel Grand Cempaka di Cempaka Putih.
Dalam pertemuan tersebut, FPI cs membuat kontrak politik. Mereka sepakat untuk mengusung Prabowo-Sandi asal mau meneken 17 poin pakta integritas. Salah satunya adalah terkait pemulangan Habib Rizieq Shihab ke tanah air.
Adapun Ijtimak Ulama ketiga digelar setelah Prabowo berhasil ditumbangkan Jokowi dalam kontestasi Pemilu 2019. Mereka yang tergabung dalam gerakan tersebut menolak hasil putusan KPU dan meminta KPU-Bawaslu untuk mendiskualifikasi Jokowi-Ma’ruf karena telah melakukan kecurangan secara tersistematis dan masif.
namun, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Prabowo cs terkait dugaan kecurangan secara terstruktur sistematis dan masif yang dilakukan oleh pasangan capres dan cawapres 01. Dan dilanjutkan dengan penetapan Jokowi-Ma’ruf sebagai pemenang Pemilu 2019.
Pasca penetapan Jokowi-Ma’ruf. Prabowo Subianto bermanuver dengan menjalin rekonsiliasi di dalam gerbong MRT dan seolah-olah mengatakan bahwa dirinya akan berada satu gerbong dengan Jokowi di pemerintahan periode mendatang.
Akibatnya, para ormas pendukung Prabowo seperti PA 212, GNPF dan FPI pun rama-ramai menarik dukungan kepada Prabowo Subianto karena dianggap tak lagi sejalan pasca bertemu dengan Jokowi.
Oleh sebab itu, tak heran jika Ijtima Ulama IV dikaitkan dengan manuver Prabowo Subianto yang dianggap telah menghianati perjuangan lantaran memilih untuk bergabung dengan pemerintah.