Djawanews.com – Ekonomi China kini tengah mengalami bencana. Bukan akibat COVID-19, namun karena musibah gelombang panas. Fenomena alam gelombang panas itu diyakini akan berdampak serius ke perekonomian China. Hal tersebut diutarakan langsung oleh Kepala Ekonom Hang Seng Bank China.
"Gelombang panas adalah situasi yang cukup mengerikan," kata Dan Wang.
"Itu mungkin bisa berlangsung selama dua hingga tiga bulan ke depan," tegasnya lagi.
Gelombang panas di China telah memecahkan rekor berhari-hari. Ini bahkan membuat salah satu sungai terpanjang Asia, Yangtze telah mengering. Menurut laporan media pemerintah, sebagian besar wilayah lembah Sungai Yangtze mengalami suhu yang sangat tinggi sejak Juli.
Curah hujan di daerah tersebut turun sekitar 45% dibandingkan rata-rata selama beberapa tahun terakhir. Suhu ekstrim juga telah mengganggu pertumbuhan tanaman dan mengancam ternak. Semua hal itu diyakini berimplikasi ke industri setempat.
Krisis listrik yang berujung pemadaman di wilayah Sungai Yangtze pun terjadi, termasuk di sejumlah pusat manufaktur China, seperti Guangdong, Zhejiang dan Jiangsu. Hal tersebut jika dibiarkan berkelanjutan maka akan berdampak besar pada ekonomi China.
"Ini akan mempengaruhi industri-industri besar yang padat energi dan akan memiliki efek knock-on di seluruh ekonomi dan bahkan ke rantai pasokan global," katanya.
"Kami sudah melihat perlambatan produksi di industri baja, di industri kimia, di industri pupuk. Itu adalah hal yang sangat penting dalam hal konstruksi, pertanian dan juga manufaktur secara umum," tambah Wang.
Menurut Wang, PDB China (ekonomi China) pun bisa terganggu. Tahun lalu, akibat kekurangan listrik PDB China memang menyusut. "Tahun lalu, seperti yang kami perkirakan, periode kekurangan listrik telah menyebabkan pertumbuhan PDB China sekitar 0,6%," kata Wang.
"Tahun ini kami pikir angka ini akan jauh lebih tinggi... Saya akan mengatakan 1,5% poin lebih rendah."
"Saat ini, kami memberikan 4% dari pertumbuhan PDB untuk setahun penuh. Jika situasi saat ini berlanjut, maka saya harus mengatakan tingkat pertumbuhan mungkin di bawah (3%), " tambahnya membahas soal ekonomi China.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.