YOGYAKARTA – Menanggapi pemberitaan mengenai beban keuangan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung yang berpotensi memengaruhi kinerja PT. Kereta Api Indonesia (KAI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menegaskan perlunya langkah hati-hati agar keberlanjutan pelayanan publik tidak terganggu.
Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT KAI di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (15/9/2025). Dalam rapat tersebut, disarankan agar beban utang yang cukup besar itu dikelola secara transparan dan akuntabel, sehingga tidak mengorbankan kualitas layanan transportasi kereta api yang sehari-hari digunakan masyarakat.
“Kami khawatir masalah utang tersebut dapat memengaruhi kinerja keuangan PT KAI,” tegas Ketua Komite II DPD RI, Dr. Badikenita BR Sitepu.
Kritik juga disampaikan oleh Senator Jawa Tengah, Dr. H. Abdul Kholik. Ia menyayangkan biaya operasional yang sangat tinggi untuk Whoosh, yang menurutnya, bisa digunakan untuk dimanfaatkan untuk mendukung penghidupan kembali kereta di daerah.
“Sangat menyayangkan soal pembiayaan kereta Whoosh yang membengkak, tapi tidak membuat keretanya sangat diminati. Sayang sekali. Dan sebenarnya malah lebih bagus bila biayanya dimanfaatkan untuk mendukung penghidupan kembali kereta di daerah,” ujar Abdul Kholik.
Dari sisi layanan pelanggan, yang menjadi sorotan adalah aspek fasilitas peribadatan di dalam transportasi publik, khususnya mushola di gerbong kereta yang terlalu kecil. Disampaikan oleh Senator asal D.I. Yogyakarta, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A.
“Mestinya bisa diperluas lagi. Kami tidak menuntut mushola di dalam kereta dibuat sebesar ruang restorasi, tetapi penting agar ukurannya diperluas dan diperlebar, supaya jamaah bisa lebih leluasa melaksanakan shalat, baik sendiri maupun berjamaah,” ujar Katib Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut.
Sebagaimana diketahui, saat dalam perjalanan menggunakan kereta api, ada kemungkinan terjadi pergeseran arah kiblat akibat pergerakan rute kereta api. Jika mushala terlalu kecil, yang memanjang hanya cukup untuk satu dua orang, tentu akan menyulitkan penyesuaian arah kiblat saat kereta berada dalam posisi yang tidak pas dengan arah kiblat yang “dirancang” dalam ruangan mushala.
Arah kiblat merupakan hal krusial sebab menjadi syarat kesempurnaan shalat seorang muslim. Jika arah kiblat tidak sesuai, maka dalam Mazhab Syafi’i, shalat yang dilakukan hanya dianggap sebagai penghormatan terhadap waktu (lihurmatil waqti). Dengan demikian, seseorang masih diharuskan mengulang shalat ketika tiba di tempat yang memungkinkan untuk melaksanakannya secara sempurna.
“Transportasi publik seperti kereta api harus ramah terhadap kebutuhan spiritual masyarakat. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga bagian dari penghormatan pada hak beribadah warga negara. Sebagaimana lagu wajib yang senantiasa kita nyanyikan, ‘bangunlah jiwanya, bangunlah badannya’. Dalam lagu itu, “bangunlah jiwanya" didahulukan daripada “bangunlah badannya”. Ini adalah bagian dari semangat itu,” imbuh Senator asal D.I. Yogyakarta tersebut.
Menanggapi usulan tersebut, Wakil Direktur Utama PT KAI, Dody Budiawan berjanji akan melakukan perbaikan yang diperlukan. “Kami Sampaikan tadi bahwa untuk kenyamanan penumpang, kami masih akan terus berinovasi. Fasilitas beribadah ini termasuk di dalamnya. Kemudian terkait banyak usulan jalur baru yang disampaikan dan semuanya sudah dicatat dengan baik. Nanti semuanya akan dibawa ke diskusi dengan Direktur Jenderal Kereta Api (DJKA) sebagai pihak yang berwenang. Harapannya usulan ini bisa direalisasikan karena dampak positifnya memang luar biasa besar. Jadi kita akan terus kawal supaya semua ini bisa berjalan sesuai harapan,” jelasnya.