Djawanews.com – Kendati tidak menampik pemecatan dirinya dari struktur jabatan Kraton Yogyakarta, Gusti Prabu sapaan akrab GBPH Prabukusumo, menilai surat pemecatan tersebut tidak sah secara hukum karena ada banyak kejanggalan di dalamnya.
Surat pemecatan berbahasa Jawa yang dibuat pada 2 Desember 2020 itu melampirkan nama Gusti Kanjeng Ratu Bendara sebagai Pnggedhe pengganti GBPH Prabukusumo di Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya Kraton Yogyakarta. Di bawahnya terlampir pula tanda tangan bertuliskan Hamengku Bawono Ka 10.
“Pertama, Kraton Yogyakarta tidak mengenal nama Bawono, artinya surat ini batal demi hukum. Kemudian, nama saya dalam surat juga keliru dan yang mengangkat saya dulu almarhum Bapak Dalem HB IX 8 kawedanan, bebadan dan tepas, diteruskan Hamengku Buwono X,” terang Gusti Prabu dikutip dari KR Jogja.
Gusti Prabu sendiri tidak lagi aktif di Kraton Yogyakarta sejak Sabdatama dan Sabdaraja dari Sri Sultan Hamengkubuwono X dicetuskan.
Ia merasa kebijakan itu bertentangan dengan Paugeran Kraton Yogyakarta, sehingga Gusti Prabu bersama adik-adiknya mundur melayani HB X.
“Artinya, mengapa orang salah tidak mau mengakui kesalahannya, malah memecat yang mempertahankan kebenaran, yaitu kesungguhan pikiran, niat dan hati yang mulia untuk mempertahankan adat istiadat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sejak HB I hingga HB IX,” lanjut Gusti Prabu.
Untuk mengetahui ragam perkembangan peristiwa regional, nasional dan mancanegara terupdate, ikuti terus rubrik Berita Hari ini di warta harian Djawanews. Selain itu, untuk mendapatkan update lebih cepat, ikuti juga akun Instagram @djawanews.