Djawanews.com – Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP Puan Maharani terus digadang-gadang menjadi bakal calon presiden pada Pilpres 2024. Namun, berdasarkan sejumlah hasil survei, elektabilitas Puan selalu tertinggal jauh dengan sejumlah tokoh, seperti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Hasil survei Charta Politika menunjukkan Ganjar menempati posisi pertama dengan elektabilitas 31,3 persen dan Anies menempati posisi tiga dengan elektabilitas sebesar 20,6 persen. Sementara Puan berada di posisi keenam dengan tingkat elektabilitas yang selisihnya cukup jauh, yakni sebesar 2,4 persen.
Begitu pun hasil Lingkar Survei Jakarta (LSJ), Ganjar Pranowo dan Anies masih unggul di atas Puan Maharani. Meskipun, dalam survei ini disebutkan bahwa Puan mengalami peningkatan elektabilitas. Untuk mengejar ketinggalan elektabilitas ini Puan disebut perlu mengambil strategi besar, cepat dan efektif.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai Puan sebagai Ketua DPR RI perlu membuat kebijakan yang pro rakyat. Selama ini Puan dinilainya belum memaksimalkan posisi sebagai Ketua DPR. Sebab, kata Ujang, selama ini Puan selalu mengikuti kebijakan sesuai keinginan pemerintah, yang tak jarang tidak populer di mata rakyat. Ini yang kemudian berdampak pada rendahnya elektabilitas Puan.
"Puan dianggap oleh rakyat, dianggap oleh publik selalu menstempel, selalu mengetok palu apa yang diinginkan oleh pemerintah, sedangkan yang diinginkan oleh pemerintah itu tidak pro rakyat," kata Ujang pada Rabu, 28 September.
Puan Maharani Terlalu Elitis untuk Capres yang Ngaku dari Partai Wong Cilik?
Ujang mencontohkan saat DPR di bawah kepemimpinan Puan mengesahkan revisi UU KPK hingga Omnibus Law. Padahal, kedua aturan ini mendapat penolakan cukup keras dari publik. "Maka rakyat menilai bahwa Puan tidak memperjuangkan rakyat, oleh karena itu mestinya dia membuat kebijakan pro rakyat," ujarnya.
Di samping itu, Puan juga telah mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) serta UU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Ujang tak menampik bahwa keduanya adalah produk hukum yang bagus, namun tak cukup mengerek elektabilitas Puan.
"UU itu tidak menjadi sorotan publik, jadi harusnya UU yang menjadi sorotan yang harus diperhatikan, belum bisa," ucap Ujang.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kiri) berbincang dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani (kanan) saat paripurna pertama Rakernas II PDIP di Jakarta pada Selasa, 21 Juni.
Sejumlah loyalis Puan di DPR RI Fraksi PDIP juga sempat membentuk Dewan Kolonel. Tujuannya untuk meningkatkan citra Puan sebagai bakal calon presiden hingga ke daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Namun belakangan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa Dewan Kolonel tidak ada dan tidak dikenal dalam struktur partainya.
Pendekatan secara langsung kepada masyarakat, juga perlu dilakukan oleh Puan. Namun, Ujang mengingatkan pendekatan ini harus dilakukan secara egaliter. Ujang menilai selama ini pendekatan yang dilakukan Puan cenderung elitis. Ini dikarenakan Puan memiliki keistimewaan sebagai anak dan cucu seorang presiden.
"Ini kan pola pikir elite, oleh karena itu kalau ingin ketemu dengan rakyat ya harus sama dengan bahasa rakyat, harus sesuai, dalam kondisi capek, lelah, dalam kondisi apapun Puan harus tersenyum dengan rakyat," kata Ujang.
Puan Maharani pun memiliki sejumlah modal yang bisa menjadi keuntungan baginya. Salah satunya, posisi Puan sebagai Ketua DPR RI. Jabatan itu, kata Ujang, sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh Puan untuk menaikkan popularitas dan mengerek elektabilitasnya. Selain itu, lanjut Ujang, sosok Puan yang merupakan anak Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga menjadi keuntungan tersendiri.
Dapatkan warta harian terbaru lainya dengan mengikuti portal berita Djawanews dan akun Instagram Djawanews.