BPJS naik setelah Menteri Keuangan memberikan usulan untuk menambal defisit anggaran BPJS.
Kenaikan BPJS ternyata bukan hanya sekadar wacana. Sebelumnya, usulan kenaikan ini juga pernah dilemparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia mengatakan bahwa salah satu cara untuk menambal defisit perusahaan adalah dengan menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS. Rencananya, BPJS naik 100%.
Kenaikan iuran BPJS diusulkan mulai 1 Januari 2020. Peserta JKN kelas I yang biasanya membayar Rp80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000. Peserta JKN kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000. Sedangkan untuk peserta kelas mandiri III, dari Rp25.500 per bulan menjadi Rp42 ribu per peserta. Kenaikan kelas mandiri III sebesar Rp16.500.
BPJS naik, Presiden Jokowi siapkan Perpresnya
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menerangkan, langkah kenaikan iuran BPJS Kesehatan benar-benar harus dilakukan. Hal tersebut ia sampaikan usai rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR/MPR pada hari Rabu (28/8) lalu. Ia juga mengatakan bahwa Perpres akan dikeluarkan terkait kenaikan iuran BPJS tersebut.
“Itu sudah kami naikkan, segera akan keluar perpres-nya. Hitungan seperti yang disampaikan Ibu Menteri pada saat di DPR kemarin,” ungkap Mardiasmo di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (28/8).
Mardiasmo juga mengatakan, jika iuran BPJS Kesehatan naik, maka defisit anggaran perusahaan yang selama ini jadi masalah bisa teratasi. Oleh karena itu, penerbitan Perpres mengenai kenaikan iuran perlu segera dilakukan. Penerapan Perpres tersebut direncanakan bisa direalisasikan mulai tahun depan.
“Insyaallah tidak ada lagi (defisit) dengan optimalisasi semuanya. Jadi, sudah dihitung, kalau sudah semuanya, tidak akan defisit lagi,” ungkapnya lagi.
Mardiasmo juga menambahkan, peluang tertutupnya defisit BPJS sejatinya berasal dari perbaikan tata kelola administrasi dan manajemen BPJS Kesehatan. Selain itu, kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan Kementerian Kesehatan dalam penyelenggaraan program JKN juga harus dioptimalkan.
“Jadi semuanya ‘keroyokan’, termasuk peran pemerintah daerah. Nah, saldo defisitnya baru ditutup dengan kenaikan iuran,” ujar Wakil Menteri Keuangan.
Usulan iuran BPJS naik sebelumnya juga sempat diajukan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Dilansir dari kontan.co.id, Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengusulkan kenaikan iuran hanya untuk peserta bukan penerima upah (PBPU). DJSN mengusulkan iuran untuk kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp120.000 per bulan atau naik 50%.
Sedangkan untuk peserta bukan penerima upah kelas II, iuran diusulkan naik dari Rp51.000 menjadi Rp75.000 per bulan. Untuk kelas III, Tubagus Achmad Choesni menyamakannya dengan peserta penerima bantuan iuran (PBI), atau sekitar Rp42.000 per bulan dari Rp23.000.
“Untuk kelas III, kami samakan dengan peserta penerima bantuan iuran (PBI),” kata Choesni Selasa (27/8).
Menurut Choesni, jika usulan BPJS naik bisa direalisasikan 2020, maka sustainabilitas dana Program JKN bisa tercapai di akhir tahun 2021 mendatang. Namun dengan catatan, pemerintah telah menyelesaikan akumulasi defisit hingga akhir 2019.