Djawanews.com – Kebiasaan Ketua DPR RI Puan Maharani yang kerap mengabaikan interupsi dari anggota saat Rapat Paripurna menjadi sorotan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius. Sikap puan tersebut, menurut Lucius, mencerminkan karakter kepemimpinan Puan.
Lucius mengatakan, Puan tak ramah pada kebebasan berpendapat dan memanfaatkan kekuasaannya untuk menyumbat aspirasi.
"Mengingat ini bukan pertama kali kejadian Puan mengabaikan interupsi, maka bisa jadi ini adalah soal karakter kepemimpinan Puan yang tak ramah pada kebebasan berpendapat, yang memanfaatkan kekuasaan sebagai pimpinan rapat untuk menyumbat munculnya aspirasi," ujar Lucius, mengutip era.id, Selasa, 9 November.
Lucius mengingatkan, bahwa pimpinan DPR maupun pimpinan rapat bukanlah jabatan hirarki yang menjadikan seseorang memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan anggota lainnya. Melainkan hanya jabatan fungsional.
"Status sebagai Wakil rakyat itu membuat semua yang dilantik sebagai anggota DPR punya hak dan kewajiban yang sama. Tugas sebagai Pimpinan dan anggota DPR hanyalah instrumen demi mengefektifkan kerja-kerja sebagai anggota DPR," kata Lucius.
Menurutnya, pimpinan rapat boleh saja mengabaikan semua interupsi apabila terjadi kegaduhan karena banyaknya anggota yang interupsi. Namun, jika hanya satu orang saja yang melakukan interupsi, pimpinan tak punya hak untuk menolak.
Lucius bilang, tak ada alasan apapun yang bisa dijadikan pembenaran atas sikap Puan yang kerap mengabaikan interupsi anggota dalam Rapat Paripurna.
"Satu-satunya yang bisa memberikan penjelasan atas pengabaian itu adalah karakter kepemimpinan yang cenderung arogan, cuek pada aspirasi peserta rapat. Arogansi dan kecuekan itu tentu berlawanan dengan predikat anggota DPR sebagai wakil rakyat," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Anggota DPR RI Fraksi PKS Fahmi Alaydroes menyindir Puan terkait pencapresan 2024 lantaran interupsinya tak didengar saat Rapat Paripurna pengesahan calon Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa pada Senin (8/11).
Puan yang bertindak selaku pimpinan Rapat Paripurna memang tak memberi kesempatan anggota untuk intrupsi. Dia tetap melanjutkan Paripurna dan menutupnya. Sementara Fahmi berkali-kali meminta izin agar diberi kesempatan berbicara.
“Bagaimana mau jadi capres,” teriak Fahmi dengan nada kesal di ruang Paripurna.