Djawanews.com – Perpolitikan tanah air digemparkan oleh perseteruan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dengan Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Nurdin Halid terkait politisi PDIP Ganjar Pranowo.
Bermula dari candaan Nurdin saat menjadi pembicara dalam diskusi tentang fenomena kemunculan relawan Pilpres 2024 di kompleks MPR/DPR, Jakarta, Kamis (11/11). Dalam kesempatan itu Nurdin berkelakar Golkar akan menerima Ganjar jika tak mendapat tempat di PDIP.
Ketua relawan pendukung Ganjar (Ganjarist) Mazdjo Pray yang hadir dalam acara tersebut menyebut yang terpenting adalah suara golkar karena menurutnya suara golkar merupakan suara rakyat.
"Apakah nanti aspirasi relawan ditolak atau tidak ditolak itu tidak penting, yang penting adalah suara Golkar adalah suara rakyat, suara rakyat adalah suara Golkar," kata Nurdin.
"Jadi adinda Mazdjo tidak usah khawatir, nanti kalau Ganjar tidak mendapat tempat di partainya ada Golkar terbuka, apakah nomer satu nomer dua itu soal nanti," imbuhnya.
Menurut Nurdin, Golkar siap menjadi rumah baru untuk Ganjar. Namun, Ganjar diingatkan agar menganggap menjadi pemilik Golkar.
"Pak Airlangga tidak mungkin maju sendiri pasti ada wakil, karena ada aspirasi Mazdjo, di tempatnya tidak ada tempat ini ada rumah baru, tapi ketika kita masuk dalam sebuah rumah yang baru tidak cuma kontrak, jangan jadi pemilik. Bersama-sama dulu baru jadi pemilik," sebut Nurdin.
Yang membuat suasana menjadi panas yakni tanggapan Hasto terhadap kelakar Nurdin tersebut. Hasto menuding Nurdin sudah beberapa kali membujuk Ganjar, namun ditolak.
"Apa yang ditawarkan oleh salah satu elite Golkar tersebut, yakni Pak Nurdin Halid, barangkali menggambarkan keputusasaannya setelah berulang kali membujuk Ganjar Pranowo, namun Bung Ganjar tidak tertarik, dan setiap kali ditanya terkait persoalan capres-cawapres, Bung Ganjar lebih memilih kerja untuk rakyat menangani pandemi," sebut Hasto, kepada wartawan, Jumat, 12 November.
Hasto meyakini Ganjar memahami dan taat pada AD/ART partai karena ia lahir dari proses kaderisasi.
Hasto kemudian mengungkit jasa-jasa para pihak yang membuat Ganjar terpilih menjadi Gubernur Jawa Tengah. Menurut Hasto, sejarah itu yang membuat Ganjar paham bahwa urusan Pilpres 2024 di tangan Megawati Soekarnoputri.
"Dari proses menjadi Gubernur sendiri, Bung Ganjar tahu betul ketika dicalonkan sebagai gubernur, saat itu elektoralnya jauh di bawah incumbent. Hanya karena melalui kerja kolektif, gotong royong, yang menyatu dengan rakyat, Bung Ganjar bisa diperjuangkan sebagai Gubernur Jawa Tengah," papar Hasto.
"Kesadaran terhadap aspek historis ini menjadikan Bung Ganjar memahami bahwa urusan capres-cawapres kongres partai telah menyerahkan kepada Ibu Ketua Umum Partai," sambung dia.
Nurdin Halid membantah pernah beberapa kali membujuk Ganjar. Ia menilai tanggapan Hasto Kristiyanto soal Golkar terbuka untuk Ganjar Pranowo seperti reaksi 'kebakaran jenggot'.
"Reaksi Hasto saya kira agak berlebihan, tidak tepat dan tidak faktual. Mungkin kalau saya katakan reaksi itu semacam kebakaran jenggot. Kenapa? Satu, ngapain membujuk-bujuk. Setahu saya, apalagi saya pribadi, tidak pernah membujuk daripada Saudara Ganjar. Pernyataan tersebut adalah kutipan dari diskusi teman-teman di DPR," kata Nurdin, mengutip detik.com, Minggu, 14 November.
Nurdin juga menjelaskan kembali pernyataannya perihal keterbukaan Golkar menerima Ganjar. Nurdin menyebut Ganjar bisa menduduki posisi cawapres Airlangga Hartarto di Pemilu 2024.
"Ini yang saya katakan, apabila, apabila Ganjar tidak mendapat tempat di rumahnya, maka ada Golkar sebagai rumah baru untuk menjadi pendamping Pak Airlangga Hartarto, karena Golkar secara resmi telah menetapkan, secara final. Jadi Pak Airlangga itu sudah final ditetapkan sebagai calon," jelasnya.
"Tapi Pak Airlangga tidak dapat berdiri sendiri, perlu wakil," lanjut dia.
Nurdin menegaskan Ganjar bisa menjadi cawapres jika bersedia dan tidak mendapat tempat di PDIP. Dia menyindir Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang sebelumnya dia nilai seperti kebakaran jenggot.
"Nah, itulah tempat yang bisa kalau Ganjar, kalau, ada kata kalau, kalau Pak Ganjar bersedia dan PDIP-nya tidak memberikan tempat kepada Pak Ganjar. Jadi tidak perlu kebakaran jenggot," tuturnya.