Djawanews.com – Kebangkrutan Sri Lanka bisa menjadi pelajaran bagi negara-negara dengan tingkat utang yang tinggi. Sri Lanka tidak ubahnya tanda peringatan bagi negara-negara yang memiliki tingkat utang tinggi dan ruang kebijakan terbatas.
Hal itu disampaikan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva pada pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG) G20 di Indonesia pada Sabtu, 17 Juli.
Ia mengatakan, perang di Ukraina telah menambah harga komoditas dan pangan yang sebelumnya telah berganggu akibat pandemi COVID-19.
Akibatnya, IMF akan memproyeksikan penurunan pertumbuhan ekonomi global untuk 2022 dan 2023 pada akhir bulan ini.
Di samping itu, Georgieva juga menekankan, risiko penurunan pertumbuhan ekonomi lainnya juga masih terbuka sehingga perlunya intervensi kebijakan yang lebih kuat.
"Negara-negara dengan tingkat utang yang tinggi dan ruang kebijakan yang terbatas akan menghadapi tekanan tambahan. Jangan melihat lebih jauh, Sri Lanka adalah tanda peringatan," ujarnya, seperti dikutip ANI News.
Sri Lanka menghadapi krisis ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada tahun 1948. Terkurasnya cadangan devisa negara membuat Sri Lanka kesulitan membeli makanan, obat, hingga bahan bakar.