Djawanews.com – Pembangunan tol Jogja-Solo akan dimulai dengan pemasangan patok pada pertengahan Agustus nanti. Isu meningkatnya ekonomi setelah pembangunan tol tersebut semakin santer dibicarakan. Meski demikian, sejumlah pihak justru meragukan adanya pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta.
Kepala Divisi Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia, Darmaningtyas, mengatakan bahwa nasib tol yang sudah ada seperti Trans Jawa, justru kondisinya cenderung sepi. Jalur itu hanya digunakan untuk kendaraan pribadi, sedangkan bus dan truk memilih menghindar karena tarifnya mahal.
Sedangkan kendaraan pribadi yang melintasi tol juga terbatas, hanya ramai saat akhir pekan atau musim liburan. Fenomena tersebut tentu menjadi pengingat bahwa tol tidak selalui berfungsi sebagaimana yang diharapkan, yakni untuk efisiensi mobilitas ekonomi.
Jika tujuan tol untuk memperlancar pergerakan orang dan barang, kata Darmaningtyas, maka jaringan kereta api yang dimiliki Jogja sudah bagus. Elektrifikasi KRL Kutoarjo-Solo yang sedang dikerjakan digadang mampu memaksimalkan Kereta Pramek yang saat ini melayani Solo-Kutoarjo lantaran bakal jadi KRL di Jakarta.
“Kalau elektrifikasi itu jalan dan kapasitas jaringan KA Solo-Kutoarjo bisa ditingkatkan, untuk apa kita membangun tol? Termasuk kalau menuju bandara baru [YIA] sudah dilayani jaringan kereta, kenapa harus membangun tol?” katanya lagi.
Pembangunan tol Jogja-Solo saat ini juga berpotensi menimbulkan persoalan baru. Meski diklaim tak banyak melakukan penggusuran, ada persoalan ekologi lantaran banyak pohon ditebang. Hal itu tentu akan membuat udara di Jogja semakin panas.