Djawanews.com – Hari ini, Senin (13/07/2020), Masyarakat kehilangan legenda kuliner gudeg Yogyakarta, Biyem Setyo Utomo atau biasa disapa Mbah Lindu. Tak hanya meninggalkan keluarganya, Mbah Lindu juga meninggalkan cerita di benak masyarakat. Kehebatan Mbah Lindu yang melegenda membuat masyarakat Jogja merasakan kehilangan.
Mbah Lindu berpulang di usia yang telah mencapai 1 abad. Ia meninggal di Klebengan, Sleman, Yogyakarta dan dimakamkan pada pukul 11.00 WIB tadi.
Kehebatan Mbah Lindu sebagai Legenda Kuliner Gudeg
Kehebatan Mbah Lindu sebagai legenda kuliner gudeg memang patut dikenang. Kehebatannya bahkan diakui oleh banyak orang. Beberapa kali sesepuh gudeg ini masuk ke sejumlah acara TV. Netflix secara spesial juga pernah meliputnya dalam serial dokumenter, Street Food Asia.
Mbah Lindu sendiri diketahui telah berjualan sejak usia 13 tahun. Saat itu Indonesia masih terjajah dan belum menyatakan kemerdekaannya. Karena hal ini gudeg buatan Mbah Lindu disebut sebagai gudeg tertua, khususnya di Jogja.
Banyak asam garam kehidupan yang telah dialami oleh Biyem Setyo Utomo, termasuk dalam hal ekonomi. Ia mengaku pernah merasakan berbagai mata uang yang berlaku di Indonesia, termasuk mata uang sen.
Lima bungkus dagangan Mbah Lindu sempat dihargai 1 sen. Sedangkan saat ini, era rupiah, dagangan Mbah Lindu dihargai sekitar Rp15.000 hingga Rp20.000. Harganya memang terbilang murah lantaran bumbu gudeg dan bahan baku diracik sendiri oleh Mbah Lindu.
Sedangkan di dalam serial Street Food, Netflix episode Indonesia, Street Food menampilkan Yogyakarta sebagai kota yang tak terpengaruh modernisasi atau globalisasi. Makanan tradisionalnya yang dikenal sebagai “Jajanan Pasar” masih dianggap tradisional, termasuk Gudeg.
Netflix menilai gudeg buatan Mbah Lindu masuk dalam kategori tersebut lantaran selama hampir satu abad, resep gudeg tak pernah berubah. Mbah Lindu juga menggunakan tangannya sendiri untuk membuat makanan khas Jogja ini tanpa bantuan mesin. Inilah kehebatan Mbah Lundu yang diakui Netflix.