Djawanews.com – Pembangunan menara telekomunikasi atau tower operator seluler memang kerap menuai polemik. Pasalnya, warga sekitar mengeluhkan adanya dampak negatif tower yang mereka rasakan.
Kasus penolakan tower terakhir terjadi di Dukuh Kedungringin RT 4 RW 1, Desa Kedungwaduk, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Warga menolak karena tidak hanya menimbulkan efek buruk, namun karena tidak memiliki izin pembangunan. Meski begitu pihak pengembang tetap nekat melanjutkan.
Selain di Sragen, hal serupa terjadi di Desa Simpur, Kecamatan Belik, Pemalang, Jawa Tengah. Puluhan warga menyegel tower yang dimiliki oleh salah satu operator seluler dan menolak perusahaan memperpanjang kontrak pembangunan tersebut.
Dari dua kasus tersebut timbul pertanyaan, apa sebenarnya dampak negatif tower operator seluler bagi lingkungan?
Dampak Negatif Tower Operator Seluler
Banyak informasi dan penelitian yang menunjukkan adanya dampak negatif terhadap keberadaan menara telekomunikasi (tower).
Ilmuwan di University of California, San Fransisco, menyatakan bahwa radiasi gelombang magnetik dari pemancar sinyal telepon seluler terbukti berefek buruk pada kesehatan. Dikutip Djawanews dari laman Boldsky, ilmuan melakukan uji coba terhadap tikus yang didekatkan pada pemancar sinyal seluler. Hasilnya tikus mengalami penurunan kesehatan.
Otot tikus juga mengalami perubahan. Selain itu ada pembentukan lemak di tubuh tikus yang terjadi semakin cepat dan tak terkendali. Ilmuan juga menyatakan ada kemungkinan otot tubuh mengurai dan berubah jadi lemak karena radiasi pemancar sinyal. Hal ini tentu berpotensi besar dialami oleh manusia pula.
Selain malah kesehatan, dampak negatif tower operator seluler juga berakibat pada meningkatkan potensi sambaran petir dan rusaknya sejumlah alat elektronik warga. Dari berbagai kasus penolakan tower, rata-rata warga kerap mengeluhkan rusaknya alat elektronik mereka. Oleh karenanya penolakan pembangunan tower kerap terdengar di berbagai wilayah, termasuk di Yogyakarta dan DIY.