Djawanews.com – Kabupaten Pati mencatat adanya peningkatan angka perceraian di wilayahnya selama pandemi Covid-19. Dalam catatan mereka, gugatan kasus perceraian dalam sebulan bisa mencapai 250 hingga 300 perkara.
Juru Bicara Ketua Pengadilan Agama Pati Sutiyo menjelaskan, di bulan Maret hingga April, jumlah perkara perceraian yang masuk ke PA Pati sekitar 200-an perkara. Di bulan Mei hingga Juli, kembali terjadi peningkatan yang cukup tinggi.
”Kalau kurvanya lebih dari 50 persen peningkatan. Dalam sehari saja, ada 10 perkara perceraian yang masuk,” kata Sutiyo, Selasa (21/7/2020).
Angka Perceraian yang Tinggi Tak Hanya di Pati
Ia menjelaskan, dominasi perkara yang masuk adalah cerai gugat, yakni pengajuan gugat cerai yang didominasi dari pihak perempuan atau istri ke PA Pati. Pihaknya juga mencatat bahwa kecamatan tertinggi yang mengajukan gugatan ini adalah Pati Kota, Kayen, dan Sukolilo. Selain itu, rata-rata para istri yang mengajukan gugatan cerai adalah wanita dengan usia muda dengan beragam masalah.
”Saat persidangan pertama, pihak Hakim juga sudah melakukan mediasi agar jalur perceraian itu tifak dilakukan. Namun, tingkat keberhasilan tidak mencapai satu persen,” jelasnya lagi.
Meski demikian, PA Pati banyak menerima perkara yang tingkatnya dianggap akut. Jadi, kemungkinan pencabutan gugatan cerai sangat sedikit, namun tetap ada. PA Pati sendiri hanya bisa membantu secara pasif, sehingga belum bisa memberikan edukasi kepada warga terkait efek domino yang ditimbulkan dari perceraian. Telebih lagi PA Pati belum bekerja sama dengan lembaga lain.
“Sebenarnya kalau kita faham, perceraian itu kan efeknya sangat banyak. Apalagi kalau yang berperkara itu sudah mempunyai anak. Ini malah sangat beresiko,” tutupnya.
Angka perceraian yang tinggi ternyata tidak hanya terjadi di Pati saja, di Boyolali juga demikian. Berdasarkan data Pengadilan Agama Boyolali, jumlah kasus perceraian di Boyolali per Januari hingga Juni 2020 mencapai mencapai 966 perkara.