Djawanews.com – Aktivitas publik dialihkan dengan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Ini meningkatkan jumlah transaksi elektronik dengan jaringan internet. Menyikapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa perusahaan penyedia jasa tersebut akan dikenai pajak.
Aturan kehadiran fisik perusahaan (physical presence) yang diubah menjadi significant economic presence telah termuat dalam Rancangan Undang Undang Perpajakan. Namun, pandemi virus corona (Covid-19) membuat pemerintah menarik beleid tersebut ke Perppu 1/2020 tentamg Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara dalam Penanganan Covid-19.
“Kita memasukkan di dalam perppu, pemajakan atas transaksi elektronik. Karena dengan adanya covid ini, sangat besar terjadinya pergerakan transaksi di elektronik,” ungkap Sri Mulyani melalui video konferensi, Rabu (01/04/2020), seperti dikutip Djawanews dari Media Indonesia.
Penjelasan Sri Mulyani
Sebaran virus corona membuat orang-orang lebih aktif di dunia maya, terutama setelah diberikan kebijakan physical distancing. Penggunaan layanan internet pun semakin tinggi. Oleh sebab itu, perusahaan digital yang beberapa waktu terakhir digunakan para pejabat negara untuk menyampaikan keterangan pers segera dikenai pajak.
“Itu untuk menjaga basis pajaknya pemerintah, karena seperti hari ini kita menggunakan Zoom, perusahaannya tidak ada di Indonesia. Sehingga, tidak mungkin kita melakukan pemajakan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak eksis (berada) di Indonesia, tetapi kegiatan ekonomi mereka (di Indonesia) sangat besar. Itulah yang menyebabkan kita melihat basis perpajakan kita shape kepada transaksi di digital dan elektronik,” jelas Menkeu.
Perppu yang baru diterbitkan itu, Sri Mulyani menambahkan, akan jadi dasar hukum dalam memungut pajak dari perusahaan luar negeri penyedia jasa via elektronik.
“Ini yang memberikan basis kepada pajak untuk mampu melakukan pemungutan dan penyetoran PPN atas barang impor yang tidak berwujud dan juga untuk jasa atas platform luar negeri,” tambahnya.
Berbagai perusahaan yang fisik perusahaannya ada di luar negeri bisa dikenai pajak ketika layanannya digunakan di Indonesia.
“Mereka yang punya significant economic present, seperti Netflix dan hari ini seperti Zoom dipakai oleh semua orang, maka mereka akan tetap bisa menjadi subjek pajak luar negeri kita,” tandas Sri Mulyani.