Djawanews.com – Kasus Ferdinand Hutahaean dinaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan oleh Penyidik Direktorat Siber Bareskrim Polri. Apakah dengan naiknya status itu, Ferdinand menjadi tersangka?
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polr, Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkapkan Ferdinand segera akan dipanggil untuk diperiksa oleh penyidik, setelah Kamis siang tadi penyidik menggelar perkara dugaan ujaran kebencian berdasarkan SARA ini.
Adapun soal status tersangka Ferdinand, Brigjen Ramadhan mengatakan penyidik belum menentukan tersangka dalam kasus ini.
"Sampai saat ini update yaitu meningkatkan penyelidikan ke penyidikan, tentunya penyidik punya rencana tindak lanjut akan layangkan surat panggilan kepada saudara FH sebagai saksi," katanya dalam konferensi pers dikutip dari akun Instagram Divisi Humas Mabes Polri, Kamis 6 Januari.
Brigjen Ramadhan menegaskan penyidik belum menentukan tersangka dalam kasus ini. Dia meminta publik bersabar menunggu perkembangan penyidikan.
"Jadi berdasarkan keterangan dari beberapa saksi ahli tadi, penyidik sehingga gelar perkara. Hasilnya menaikkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Ini dilakukan secara teliti, tak bisa terburu-buru, proporsional, profesional dan akuntabel," tegas Brigjen Ramadhan.
Bareskrim Periksa 10 saksim 5 saksi ahli
Per hari ini, penyidik Direktorat Siber Bareskrim telah memeriksa total 10 saksi terdiri dari 5 saksi dan 5 saksi ahli.
Adapun saksi ahli yang telah diperiksa adalah saksi bahasa, saksi sosiolog, saksi ahli pidana, saksi ahli agama, dan saksi ahli ITE.
"Hasil gelar perkara penyidik menaikkan kasus menjadi penyidikan, jadi hari ini juga siang tadi penyidik Direktorat Siber Bareskrim Polri telah menerbitkan SPDP dan telah dikirimkan ke Kejaksaan Agung," ujar Brigjen Ramadhan.
Ferdinand Hutahaean dikenakan penyidik dengan pasal 28 ayat 2 junto pasal 45A yat 2 UU ITE terkait menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan rasa permusuhan individu atau kelompok berdasarkan SARA.
Tidak hanya itu, penyidik juga menjerat Ferdinand dengan pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 UU Nomor 1 1946 tentang PeraturanHukum Pidana, terkait dengan menyebarkan berita atau pemberitaan bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat.