Djawanews.com – PT Harsen Laboratories akhirnya minta maaf setelah beradu argumen mengenai masalah produksi dan distribusi obat ivermectin dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Awalnya, BPOM memblokir sementara produksi dan distribusi obat ivermectin dengan nama dagang Ivermax 12. Perwakilan PT Harsen Laboratories tidak terima dan menyebut BPOM menghambat upaya masyarakat sembuh dari COVID-19 akibat pemblokiran tersebut.
Dalam keterangan resminya, Presiden Direktur PT Harsen Laboratories Haryoseno meminta maaf kepada BPOM atas pernyataan oknum perusahaannya.
Haryoseno menyadari pernyataan itu mengakibatkan masyarakat berbondong-bondong membeli Ivermax 12 secara gegabah. Selain itu, pernyataan-pernyataan ketiganya juga telah merugikan integritas dan nama baik Badan POM RI.
"Kami, direksi PT Harsen Laboratories memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada BPOM, di mana dalam berbagai media massa, Sofia Koswara, Iskandar Purnomo Hadi, dan Riyo Kristian Utomo yang menyebut diri masing-masing sebagai Vice President, Direktur Komunikasi, dan Direktur Marketing PT Laboratories telah menggiring opini masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri dan mengakibatkan masyarakat membeli Ivermax 12 tanpa resep dan pengawasan dari dokter," kata Haryoseno, dikutip pada Senin, 19 Juli.
Haryoseno mengaku memang ada temuan kritikal yang ditemukan pada saat BPOM melakukan inspeksi kepada fasilitas PT Harsen Laboratories terkait produksi dan distribusi Ivermax 12.
Dalam inspeksinya, BPOM telah memberikan sanksi kepada PT Harsen Laboratories berupa penghentian sementara kegiatan fasilitas produksi Ivermax 12, dan perintah penarikan kembali produk Ivermax 12.
Lebih lanjut, Haryoseno mengaku akan menyelesaikan secara tuntas temuan pelanggaran tersebut dan secepatnya melaporkannya kepada BPOM.
"Kami PT Harsen Laboratories berjanji akan melakukan perbaikan sesuai dengan saran konstruktif dan BPOM termaksud. Untuk ke depannya, kami akan berupaya secara konsisten dalam memproduksi dan mendistribusikan Ivermax sepenuhnya berdasrkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap dia.
"PT Harsen Laboratories menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat luas atas informasi yang berlebihan (over claim) tentang produk Ivermax 12 yang kami produksi dan distribusikan," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Marketing PT Harsen Laboratories Riyo Kristian Utomo saat itu mengaku tak terima BPOM melarang perusahaan memproduksi dan mendistribusi obat ivermectin.
Riyo menganggap, apa yang dilakukan BPOM telah mengganggu kinerja karyawan pabrik dan merugikan perusahaaan. Bahkan, Riyo menuding BPOM telah menghambat upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat dari COVID-19.
"Kami pertanyakan niat BPOM menghambat distribusi Ivermectine sebagai senjata rakyat dalam perang melawan COVID-19," kata Riyo dalam keterangannya, Jumat, 2 Juli.
Lalu, Kepala BPOM Penny K. Lukito membongkar alasan pihaknya memblokir gudang produksi obat ivermectin PT Harsen Laboratories. Penny menjelaskan, pihaknya menemukan fakta bahwa PT Harsen tidak melakukan produksi hingga distribusi obat ivermectin, dengan nama dagang Ivermax 12 mg, tidak melalui cara produksi ovat yang baik (COPB) dan cara distribusi obat yang baik (CDOB).
Setidaknya, ada beberapa pelanggaran yang ditemukan BPOM. Pertama, penggunaan bahan baku ivermectin dengan pemasukan yang tidak melalui jalur resmi. "Jadi, kategorinya tidak memenuhi ketentuan atau ilegal," ujar Penny.
Kedua, PT Harsen mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak dalam kemasan siap edar. "Saya kira dus kemasan yang sudah disetujui di dalam pemberian izin edar adalah ketentuan yang harus diikuti dengan kepatuhan," tuturnya
Ketiga, PT Harsen mendistribusikan obat Ivermax 12 tidak melalui jalur distribusi resmi. Keempat, pencantuman masa kedaluwarsa Ivermax tidak sesuai dengan yang telah disetujui BPOM.
"Seharusnya, dengan data stabilitas yang kami terima, obat akan bisa diberikan 12 bulan setelah tanggal produksi. Namun, dicantumkan oleh PT Harsen untuk 2 tahun setelah produksi. Itu adalah hal yang critical pada tanggal kedaluwarsa," ungkap Penny.
Kelima, PT Harsen mengedarkan obat yang belum dilakukan pemastian dari mutu dari produknya. Padahal, promosi obat keras hanya dibolehkan di forum tenaga kesehatan, dan tidak boleh dilakukan promosi ke masyarakat umum.
"Promosi langsung oleh industri farmasi tersebut adalah suatu pelanggaran," tegas dia.