Djawanews.com – Tim Kuasa Hukum Prabowo-Gibran menghadirkan delapan ahli dalam sidang lanjutan gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis, 4 April. Salah satunya, yakni pakar hukum sekaligus mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Tujuh ahli lainnya, yakni Guru Besar Ilmu Konstitusi Universitas Pakuan, Andi muhannad Asrun; pakar hukum, Abdul Khair Ramadhan; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Aminuddin Ilmar; pakar hukum tata negara, Margarito Kamis; Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, Khalilul khairi; pendiri lembaga survei Cyrus Network, Hasan Hasbi; dan Direktur Eksekutif Indo Baroemeter, Muhammad Qodari.
Dihadirkannya Eddy Hiariej sebagai ahli dipersoalkan kuasa hukum Anies-Muhaimin (AMIN), Bambang Widjojanto (BW). Keberatan tersebut berkaitan dengan status hukum Eddy Hiariej terkait dugaan korupsi yang sedang diusut KPK.
"Saya mendapati informasi dari berita ini terhadap sahabat saya juga ini, sobat Eddy. KPK terbitkan surat penyidikan baru terhadap Eddy," kata BW.
"Apa relevansinya?" tanya Suhartoyo dan diikuti suara tertawa dari beberapa hadirin yang ada di ruang sidang.
BW kemudian meminta Suhartoyo untuk menegur pihak-pihak yang dianggap tidak sopan selama persidangan lantaran menertawakan dirinya yang mengajukan keberatan.
"Mohon majelis pernyataan-pernyataan tidak sopan dari sebagian orang itu ditegur," ujar BW.
"Yang mana enggak sopan?" tanya Suhartoyo lagi. Namun, BW tidak secara tegas menjawab. Dia hanya menunjuk ke arah pihak yang diduga sempat menertawakan dirinya.
Suhartoyo lantas mengingatkan BW dan seluruh peserta sidang untuk lebih berhati-hati saat menyampaikan pendapat.
"Mohon semua menghormati persidangan ya, jangan asal bicara, nanti bisa diminta keluar oleh petugas," tegas Suhartoyo.
"Relevansinya adalah seseorang yang jadi tersangka, apalagi dalam kasus tindak korupsi, untuk menghormati Mahkamah ini, sebaiknya dibebaskan sebagai ahli," jelas BW.
"Bapak kan mantan Ketua KPK, baru penyidikan atau tersangka baru (Eddy Hiariej)? tanya Suhartoyo.
"Nah ini...disebutkan di sini, terbit (surat penyidikan baru)," jawab BW.
"Sekalipun tersangka pun, apa juga, harus hak-hak privat," ujar Suhartoyo.
"Saya ingin mengajukan ini sebagai sebuah keberatan dan nanti majelis akan mempertimbangkan. Karena ini penting sekali," ucap BW.
"Iya, kami pertimbangkan dan kami catat, pak," jelas Suhartoyo.
Sebagai informasi, KPK sebelumnya telah menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan administrasi di Kemenkumham. Namun, status hukum itu gugur usai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Eddy.
Atas putusan itu, KPK pun berjanji bakal menyiapkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) yang baru untuk kembali mengusut kasus korupsi yang sebelumnya menyeret nama Eddy. KPK tengah melakukan analisa untuk menerbitkan sprindik tersebut.
"Untuk itu kami masih terus melakukan analisis untuk siapkan sprindik barunya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/2).
Ali menjelaskan, meski Eddy dan Helmut memenangkan praperadilan, tapi putusan itu tidak menggugurkan materi penyidikan kasusnya. Oleh karena itu, dia menyebut, KPK akan terus mengusut dugaan korupsi tersebut.
"Secara substansi hukum, putusan praperadilan yang menguji aspek formil, tidak menggugurkan materi penyidikannya," ujar Ali.